Jakarta- Dirjen Badilum menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penerapan Pola Hidup Sederhana Aparatur Peradilan Umum. Dukungan mengalir dari para pakar hukum yang berasal dari berbagia kampus di Indonesia.
Menurutnya, SE Dirjen Badilum No 4/2025 merupakan cerminan ideal perilaku hakim dalam kesehariannya.
Baca Juga: Tips Memilih Klasifikasi Perkara Lingkungan Hidup di SIPP
“Hakim selain hidup sederhana, juga harus anti flexing. Tidak pamer sana-sini,” tegas Prof Heru.
Dari Solo, Guru Besar UNS, Prof Dr Agus Riwanto juga mendukung Surat Edaran (SE) tersebut. Menurutnya hal itu langkah progresif dan strategis dalam reformasi untuk memperkuat integritas, akuntabilitas, dan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
“Reformasi peradilan bukanlah sekadar agenda administratif atau kebijakan manajerial semata. Namun juga dalam bentuk core reform dari seluruh upaya pembaruan hukum di Indonesia. Dalam konteks inilah, Surat Edaran Dirjen Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 4 Tahun 2025 tentang Penerapan Pola Hidup Sederhanapatut diberi apresiasi tinggi sebagai langkah progresif dan strategis dalam reformasi untuk memperkuat integritas, akuntabilitas, dan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan,” kata Prof Agus.
“SE ini bukan hanya mengatur teknis gaya hidup, tetapi menyentuh fondasi etis kelembagaan: integritas, keteladanan, dan akuntabilitas,” sambung Prof Agus.
Dukungan juga datang dari Semarang. Guru besar Universitas Negeri Semarang (UNNES) Prof Rofi Wahanisa menyambut baik kebijakan gaya hidup sederhana bagi aparat pengadilan itu.
“Keren jika dilaksanakan secara sadar, ikhlas dan konsisten,” kata Prof Nisa.
Adapun dari Malang, ahli hukum pidana Dr Fachrizal Afandi mengapresiasi langkah Dirjen Badilum dalam meneribtkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penerapan Pola Hidup Sederhana Aparatur Peradilan Umum.
“Ini menjadi langkah konkrit Dirjen Badilum dalam menyikapi kasus korupsi yang terus mendera dan menggrogoti citra pengadilan,” kata ahli hukum pidana Indonesia Dr Fachrizal Afandi itu yang saat ini menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (ASPERHUPIKI).
“Hal ini tentu tidak terlepas dari kasus penangkapan oknum hakim yang diduga melakukan tindak pidana korupsi baru-baru ini,” sambung Dr Fachrizal Afandi.
Namun, Dr Fachrizal Afandi memberikan beberapa catatan kritis atas kebijakan itu. Antara lain, surat edaran ini jangan sampai hanya menjadi slogan.
“Sehingga harus ada aksi nyata seperti diikuti dengan adanya kewajiban transparansi atau pelaporan harta kekayaan ke KPK,” ucap dosen hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Brawaijaya ini.
Sedangkan dari Kalimantan Timur (Kaltim), ahli hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), Dr Herdiansyah Hamzah mengapresiasi atas Surat Edaran Dirjen Badilum No 4 Tahun 2025 tentang Penerapan Pola Hidup Sederhana Bagi Aparatur Peradilan Umum. Langkah tersebut sebagai salah satu langkah mengembalikan kepercayaan publik ke pengadilan.
“Ini perlu diapreasi, terutama karena selama ini lembaga peradilan juga tidak lepas dari sorotan publik,” kata Herdiansyah saat berbincang dengan DANDAPALA.
Dukungan kebijakan itu juga mengalir dari kelompok advokat. Sejumlah advokat yang bergabung dalam Tim Advokasi Amicus menggelar siaran pers di Sekretariat Tim Advokasi Amicus, Jalan Pahat Nomor 34, Jakarta Timur. Dalam rilis siaran pers yang diterima Dandapala, Tim Advokasi Amicus mengapresiasi beleid yang diterbitkan tersebut.
"Kami para Advokat dalam Tim Advokasi Amicus mendukung Surat Edaran tersebut. Menurut kami Edaran dalam Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2025 tersebut telah mencerminkan pelaksanaan Sapta Karsa Hutama (Kode Etik Hakim Indonesia)," ungkap Perwakilan Tim Advokasi Amicus, Johan Imanuel.
Sebelumnya, Ketua MA Prof Sunarto juga mengingatkan akan poila hidup sederhana yang harus dilaksanakan hakim dan aparatur pengadilan. Hal itu disampaikan saat pembinaan yang diikuti oleh seluruh hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Jakarta, hakim pada Pengadilan Negeri se-Jakarta dan juga hakim ad hoc tipikor/PHI pada PN Jakpus di Gedung MA, Jumat (23/5) kemarin.
"Bapak-Ibu hidup seperti di akuarium, ibarat ikan hidup di akuarium. Gerakannya ke mana, turun naik, tampak Ibu-Bapak sekalian. Di era digital ini, hati-hati. Transaksi ketahuan, masuk ke tempat-tempat hiburan, ke hotel, ketahuan. Apakah ini masih tetap akan dilaksanakan? Tolong sadari Bapak-Ibu sekalian," kata Prof Sunarto memberikan nasihat.
Baca Juga: Perdamaian Gugatan Sederhana di PN Lamongan Hampir 50 Persen per Tahun
(asp/asp).
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI