Cari Berita

Arsip Pengadilan 1974: Korupsi Rp 13 Juta Dihukum 5 Tahun Penjara

Andi Saputra - Dandapala Contributor 2025-03-08 10:00:36
Ketua majelis kasus korupsi Dinas Pendidikan Agama Muara Enim, hakim agung /Ketua MA Oemar Seno Adji (dok.ist)

Jakarta- Korupsi dilakukan dengan berbagai modus dan di berbagai sektor. Nilainya korupsinya pun bervariatif. Salah satunya yang terjadi pada tahun 1974 yang terjadi di Dinas Pendidikan Agama  Kabupaten Liot, Muara Enim. Bagaimana ceritanya?

Kasus Asnawi tertuang dalam arsip pengadilan yang dikutip DANDAPALA dari website direktori Putusan MA, Jumat (7/3/2025). Di kasus itu, duduk 5 orang sebagai terdakwa yaitu:

1. Kepala Dinas Pendidikan Agama Kabupaten Liot, Muara Enim, Asnawi.

2. Bendahara Dinas Pendidikan Agama, Muchsin.

3. Pemilik pendidikan, Imron.

4. Pemilik pendidikan, Djupni.

5. Pegawai Dinas Pendidikan Agama, Sjaifuddin.

Didakwakan kasus itu bila peristiwa itu terjadi pada tahun 1968-1970. Mereka membuat rapel gajian untuk 334 orang guru agama. Lalu dimintakan uang ke Kantor BKN Palembang sebanyak Rp 13,5 juta. 

Ternyata, sejumlah nama-nama guru agama itu fiktif. Kalaupun tidak fiktif, ada juga yang uangnya tidak sampai ke para guru agama. Atas perbuatannya, kelimanya dimintai pertanggungjawaban pidana di depan hakim. Pengadilan Negeri (PN) Muara Enim menjatuhkan hukuman sebagai berikut:

1. Asnawi dihukum 5 tahun penjara, denda Rp 1 juta subsidair 1 1 tahun kurungan.

2. Muchsin dihukum 5 tahun penjara, denda Rp 1 juta subsidair 1 tahun kurungan.

3. Imron dihukum 2 tahun penjara, denda Rp 600 ribu subsidair 10 bulan kurungan.

4. Djupni dihukum 2 tahun penjara, denda Rp 600 ribu subsidair 10 bulan kurungan.

5. Sjaifuddin dihukum 2 tahun penjara, denda Rp 600 ribu subsidair 10 bulan kurungan.


Pada 18 Februari 1971, putusan itu diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi (PT) Palembang menjadi:

1. Asnawi divonis bebas.

2. Muchsin dihukum 5 tahun penjara, denda Rp 1 juta subsidair 6 bulan kurungan.

3. Imron divonis bebas.

4. Djupni divonis bebas.

5. Sjaifuddin dihukum 2 tahun penjara, denda Rp 600 ribu subsidair 10 bulan kurungan.


Atas putusan itu, jaksa mengajukan kasasi. Apa kata MA?

“Menolak permohonan kasasi dari penuntut kasasi Muchsin,” demikian amar putusan yang diketok oleh ketua majelis Prof Oemar Seno Adji dengan anggota DH Lumbanradja dan Busthanul Arifin. Oemar Seno Adji belakangan terpilih menjadi Ketua Mahkamah Agung (MA) 1974-1982.

Adapun panitera pengganti pada putusan kasasi yang diketok pada 14 Mei 1974 itu adalah Karlinah P Soebroto. 

Berikut alasan majelis menolak kasasi tersebut:


Mengenai Keberatan ke-1:


Bahwa keberatan ini tidak dapat diterima karena Pengadilan Tinggi dalam pertimbangan dan putusannya sudah tepat. Oleh sebab itu diputuskan dan dituduhkan adalah tindak pidana korupsi yang diancam Pasal 16, 17 Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 24 Tahun 1960. Sedangkan Pasal 16,17 tersebut menunjuk pada Pasal 1 ayat 1 dan b.


Mengenai Keberatan ke-2:

Bahwa keberatan ini juga tidak dapat diterima oleh karena Pengadilan Tinggi dalam pertimbangannya dan putusannya sudah tepat. Oleh sebab yang dijadikan dasar penuntutan dan putusan adalah pasal 16 Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 24 Tahun 1960 yang tidak menunjuk bagi pemidanaannya kepada pasal 1 ayat d.


Mengenai Keberatan ke-3:

Bahwa keberatan ini juga tidak dapat diterima karena ancaman hukumannya adalah hukuman penjara dan/atau denda. Jadi pasal tersebut selain daripada memberikan kepada hakim untuk memilih antara hukuman tersebut, hakim dapat pula memberikan hukuman yang kumulatif sifatnya ialah hukuman badan dan denda.

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum