Sistem hukum tata kelola ruang laut
Indonesia pada hakikatnya dirancang untuk menjamin pemanfaatan laut yang
berkelanjutan. Melalui instrumen Penyelenggaraan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL), negara berupaya memastikan bahwa setiap
kegiatan di laut selaras dengan rencana tata ruang laut nasional serta tidak
menimbulkan kerusakan ekologis.
Namun, hasil pengkajian terhadap struktur hukumnya
memperlihatkan bahwa sistem ini belum sepenuhnya terintegrasi. Pendekatan yang
masih sektoral dan terfragmentasi membuat PKKPRL belum menjalankan fungsi
ekologis dan preventif sebagaimana cita hukum lingkungan modern, atau yang oleh
sebagian akademisi disebut sebagai Ius
Ambitalis yaitu hukum yang
menempatkan keseimbangan ekosistem sebagai inti pengaturan sumber daya alam.
Dari sisi normatif, peraturan yang menjadi dasar pelaksanaan
PKKPRL tersebar di berbagai undang-undang dengan orientasi yang tidak selalu
sejalan, diantaranya:
- UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan menekankan tata kelola
ruang laut nasional;
- UU No. 27 Tahun 2007 Jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) mengatur izin lokasi dan pengelolaan wilayah pesisir;
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PPLH) berfokus pada perlindungan lingkungan;
- UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja menitikberatkan pada
efisiensi perizinan berbasis risiko.
Perbedaan orientasi ini diperkuat oleh turunan normatifnya,
antara lain PP No. 21 Tahun 2021 tentang Penataan Ruang, PP No. 5 Tahun 2021
tentang Perizinan Berbasis Risiko, dan PP No. 28 Tahun 2025 tentang
Penyelenggaraan Perizinan Sektor Kelautan dan Perikanan, yang pada praktiknya
belum saling terhubung secara substantif.
Pemetaan PKKPRL dalam
Kerangka Stufenbau Theory (Hans Kelsen)
Baca Juga: Pemetaan Sanksi Hukum Pelanggaran Pemanfaatan Ruang Laut Melalui PKKPRL
UU: 32/214 (Kelautan); 31/2004 jo.
45/2009 (Perikanan); 27/2007 jo. 1/2014 (PWP3K); 32/2009 (PPLH); 26/2007
(Penataan Ruang); 6/2023 (Cipta Kerja)
PP: 21/2021 (penataan ruang), 5/2021
(perizinan berbasis risiko), 28/2025 (sektor KP)
Permen KP 28/2021 (teknis penataan
ruang laut/PKKPRL)
Struktur hukum penyelenggaraan PKKPRL dapat dianalisis
melalui pendekatan Stufenbau der
Rechtsordnung yang dikemukakan oleh Hans Kelsen, di mana hukum dipandang
sebagai bangunan norma yang bertingkat dan saling berkorespondensi antara norma
dasar, norma pelaksana, dan norma teknis.
Dalam konteks tata kelola ruang laut Indonesia, Pasal 33 ayat
(3) UUD 1945 berperan sebagai grundnorm sektor sumber daya, yang memberikan
legitimasi konstitusional bagi negara untuk mengatur dan mengelola pemanfaatan
laut demi kemakmuran rakyat.
Dari norma dasar tersebut, lahir berbagai undang-undang
sektoral yang menempati lapisan norma kedua, seperti UU No. 32 Tahun 2014
tentang Kelautan, UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang PWP3K,
UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH, serta UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta
Kerja.
Masing-masing undang-undang memiliki orientasi yang berbeda,
dari tata ruang laut hingga perizinan berbasis risiko. Keberagaman rezim hukum
ini menciptakan struktur normatif yang bersifat multi-rezim dan multi-tujuan,
di mana satu objek hukum yakni ruang laut yang diatur oleh beberapa norma tanpa
integrasi substantif.
Hubungan delegasi dari undang-undang tersebut tampak dalam
lapisan Peraturan Pemerintah, khususnya PP No. 21 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (pendelegasian yuridis), PP No. 5 Tahun 2021
tentang Perizinan Berbasis Risiko, dan PP No. 28 Tahun 2025 tentang
Penyelenggaraan Perizinan Sektor Kelautan dan Perikanan.
Ketiganya merupakan pelaksanaan dari UU yang berbeda, namun
belum membentuk korelasi substantif antar rezim. Akibatnya, sistem delegasi
normatif yang seharusnya vertikal justru berkembang menjadi jejaring sektoral.
Lapisan berikutnya, Permen Kelautan dan Perikanan No. 28 Tahun 2021 memperoleh
legitimasi langsung dari PP No. 21 Tahun 2021, namun juga menjalankan fungsi
implisit terhadap PP No. 5 Tahun 2021, menjadikannya instrumen hukum yang
berada di antara dua sumber kewenangan berbeda. Di tingkat paling teknis,
Keputusan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut No. 50 Tahun 2023 menurunkan substansi Peraturan
Menteri (Permen)
ke dalam juknis PKKPRL.
Analisis hierarki ini menunjukkan bahwa sistem hukum PKKPRL
secara formal telah memiliki rantai delegasi yang lengkap, namun secara
substantif belum membentuk korespondensi vertikal yang ideal sebagaimana
dikehendaki teori Kelsen.
Oleh karena itu, reformulasi norma melalui revisi UU PWP3K
diperlukan untuk mengembalikan fungsi integratifnya sebagai sektoral grundnorm hukum laut nasional. Akibat dari kerangka yang terpisah
tersebut, muncul fragmentasi normatif, di mana norma-norma hukum berjalan
secara paralel tanpa koordinasi substantif yang mengarah pada satu sistem hukum
laut terpadu.
Padahal, sebagaimana ditekankan oleh Hans Kelsen dalam teori Stufenbau der Rechtsordnung, hukum
idealnya merupakan bangunan berjenjang yang saling berkorespondensi antara
norma dasar (grundnorm), norma pelaksana,
dan norma teknis.
Ketidakterpaduan antara ketiga lapisan ini telah menyebabkan
terjadinya disintegrasi normatif, dimana peraturan pelaksana seperti Permen KP
No. 28 Tahun 2021 tidak sepenuhnya berkorespondensi secara hierarki dengan PP
No. 5 Tahun 2021 maupun PP No. 21 Tahun 2021.
Kedua PP tersebut berasal dari rezim hukum yang berbeda,
yakni satu berorientasi pada pengaturan spasial (data yang berhubungan dengan lokasi
atau ruang geografis), dan yang lain bersifat administratif.
Baca Juga: Tok! MA Batalkan Vonis Bebas Terdakwa Korupsi Izin Minimarket
Akibatnya, Permen KP No. 28 Tahun 2021 beroperasi di antara
dua sumber kewenangan yang tidak memiliki korelasi vertikal yang kuat. Dalam
kerangka Stufenbau, hal ini menggambarkan kegagalan membentuk “tangga hukum”
yang koheren, sehingga sistem hukum laut kehilangan kesatuan arah antara
tujuan, pelaksanaan, dan teknisnya.
Oleh karena itu, revisi terhadap UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU
No. 1 Tahun 2014 (PWP3K) menjadi sangat penting. Revisi ini tidak hanya
bersifat teknis-administratif, tetapi konstitusional secara filosofis, karena
bertujuan mengembalikan posisi UU tersebut sebagai lex specialis integratif yaitu undang-undang yang tidak sekadar
mengatur pengelolaan wilayah pesisir, melainkan menjadi norma dasar sektoral
(Sektoral grundnorm) bagi seluruh pengaturan
hukum ruang laut. Langkah-langkah revisi harus diarahkan pada beberapa aspek
utama:
- Mempertegas asas integrasi
hukum laut nasional dan keberlanjutan ekologis dalam bagian asas dan tujuan;
- Menegaskan PKKPRL sebagai
instrumen hukum lintas sektor yang bersifat mengikat;
- Menghubungkan norma PKKPRL
dengan tata ruang laut nasional dan hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS);
- Memperjelas hierarki
kewenangan dari tingkat undang-undang hingga peraturan teknis;
- Membentuk sistem pengawasan
terpadu yang melibatkan koordinasi antar kementerian.
Revisi ini diharapkan dapat menciptakan tiga pembaruan
penting yang menyentuh aspek normatif, struktural, dan kelembagaan, sehingga
memperkuat integrasi hukum tata kelola ruang laut dan meningkatkan efektivitas
penegakan hukum PKKPRL secara berkelanjutan:
- Terwujudnya reintegrasi
vertikal antara UU, PP, dan Permen agar sistem hukum tata kelola ruang
laut kembali membentuk struktur hierarkis yang konsisten.
- Terjadinya harmonisasi
horizontal antara rezim hukum kelautan, lingkungan, dan perizinan dalam
kerangka integrated marine
governance.
- Meningkatnya
efektivitas penegakan hukum karena seluruh izin dan pengawasan ruang laut
akan mengacu pada satu instrumen hukum yang sama.
Sebagai penutup, revisi UU PWP3K bukanlah sekedar penyempurnaan regulasi, melainkan rekonstruksi konstitusional atas tata kelola hukum laut nasional. Dengan mengembalikan fungsi UU ini sebagai norma pengikat vertikal dan menjadikannya lex specialis integratif, Indonesia dapat membangun sistem hukum tata kelola ruang laut yang lebih koheren, ekologis, dan berkeadilan dan hal ini selaras dengan cita hukum Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menempatkan laut sebagai sumber daya untuk kemakmuran rakyat. (ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI