Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah. Lapar! operator excavator pukul Project Manager berujung keadilan restoratif. Berikut cerita dari Rudi alias Gaduk bin Yetrin yang didakwa melakukan tindak pidana penganiayaan dan dituntut pidana penjara selama 6 (enam) bulan.
Kasus tersebut terjadi pada hari Jumat tanggal 9 Mei 2025 pukul 07.35 WIB di Mess dapur umum PT. MIP di Desa Bina Jaya RT 04 RW 02, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah. Awal kejadian bermula saat korban Hariyanto mengubah tempat makan karyawan sesuai petunjuk dari atasan dan biasanya perusahaan juga menggunakan dapur umum saat pekerjaan di lapangan untuk makan karyawan atau para operator excavator. Namun pada saat itu Pengawas lapangan lupa untuk menyampaikan hal tersebut kepada para operator.
Hal ini yang memicu kemarahan dari para operator sehingga Rudi alias Gaduk bin Yetrin mendatangi korban Hariyanto yang sedang berada di kamar mess tempat istirahat dan melakukan pemukulan dengan menggunakan tangan kosong. Pukulan tersebut mengenai pada bagian lengan tangan sebelah kiri, dengan cara memukul secara berhadapan menggunakan tangan kanannya sebanyak 3 (tiga) sampai 4 (empat) kali sehingga mengakibatkan memar di bagian lengan tangan sebelah kiri.
Baca Juga: The Compendium of Good Practices in Adjudicating Trafficking in Persons (TIP) Cases in ASEAN
Menyikapi kejadian tersebut, bagaimana sikap Majelis Hakim?
Rabu (13/8) Majelis Hakim PN Kuala Kapuas menjatuhkan pidana penjara selama 3 bulan 20 hari, menetapkan lamanya masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan terhitung sejak masa penahanan tanggal 10 Mei 2025 serta membebankan biaya perkara 2 ribu rupiah, terhadap putusan yang diucapkan oleh Hakim Ketua sikap Terdakwa menerima putusan tersebut.
Dalam persidangan, Majelis Hakim yang diketuai oleh Ketua Pengadilan Negeri Kuala Kapuas yaitu Arief Kadarmo, S.H., M.H. dengan Hakim Anggota I Thyan Prasetyo Adam, S.H. dan Anggota II Azura Aulia, S.H. menyatakan bahwa unsur pidana penganiayaan dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP telah terbukti secara sah dan meyakinkan.
Meski demikian, Majelis Hakim telah mempertimbangkan secara menyeluruh dan yang paling utama adalah fakta bahwa Terdakwa dan Korban telah terjadi perdamaian secara tertulis saat persidangan, hal ini sesuai dengan pedoman mengadili perkara pidana dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Baca Juga: Penerapan Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Dewasa Melalui Mekanisme Diversi
Keberhasilan perdamaian ini tentunya tidak terlepas dari peran Korban yang mau memaafkan Terdakwa dan tidak meminta ganti kerugian materiil, namun hanya meminta Terdakwa agar kedepannya dalam bekerja jangan mengedepankan emosi, karena jika mengedepankan emosi sesaat akan berakibat merugikan Terdakwa dan orang lain, hal ini tertuang dalam kesepakatan perdamaian tanggal 23 Juli 2025 dan telah dipertimbangkan dalam putusan Majelis Hakim.
“Menurut Majelis Hakim pendekatan keadilan restoratif harus melibatkan semua pihak baik korban, terdakwa dan pihak terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan hanya untuk pembalasan”, tutup Thyan Prasetyo Adam, S.H. Humas PN Kuala Kapuas Kelas II. IKAW
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI