Cari Berita

Selamat! Ketua Muda MA Bidang Pengawasan Raih Doktor dari Unair

article | Berita | 2025-09-02 07:45:23

 Surabaya- Ketua Muda Mahkamah Agung (MA) Bidang Pengawasan Dwiarso Budi Santiarto meraih gelar Doktor dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur (Jatim). Ia berhasil mempertahankan disertasi soal Korporasi sebagai subjek hukum korupsi.“Disertasi Promovendus diterima. Dengan demikian Sdr. Dwiarso Budi Santiarto, S.H., M.Hum. telah menyelesaikan studinya dan dinyatakan lulus dengan Predikat Sangat Memuaskan” demikian ucap Ketua Sidang Ujian Terbuka Prodi Doktor Ilmu Hukum UNAIR yang juga merupakan Dekan Fakultas Hukum Unair Prof Iman Prihandono, di Aula Lantai 12 Gedung A.G. Pringgodigdo FH Unair, Senin (1/9/2025) kemarin. Alhasil, Dwiarso sah menyandang gelar akademik tertinggi sebagai Doktor dalam Ilmu Hukum. Ia berhasil mempertahankan disertasinya tentang “Pedoman Pemidanaan terhadap Korporasi sebagai Subjek Hukum Pidana” di hadapan Tim Promotor, Dewan Penguji dan Para Undangan Akademik.Disertasi Budiarso beranjak dari pemikiran bahwa meskipun telah ada evolusi hukum tentang kedudukan korporasi sebagai subjek hukum yang dapat dijatuhi pemidanaan. Semulanya dalam KUHP lama, korporasi dipandang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dan kini dengan disahkannya UU Nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang akan segera berlaku, telah mengakomodir korporasi sebagai subjek hukum yang dapat dijatuhi pidana. Namun setelah meneliti banyak putusan yang menjadikan korporasi sebagai Subjek Hukum Pidana ternyata masih terdapat disparitas yang bahkan sifatnya adalah  unwarranted disparity (“perbedaan yang tidak berdasar”). “Perkara dengan karakteristik serupa justru menghasilkan putusan yang berbeda jauh, baik dari segi pidana pokok maupun pidana tambahan. Inilah yang menimbulkan ketidakpastian hukum,” demikian salah satu point disertasi Budiarso. Di sisi lain, meskipun Pasal 56 KUHP Baru telah mengatur bahwa dalam pemidanaan terhadap korporasi wajib dipertimbangkan tentang 10 hal yang termaktub dalam point “a” sampai dengan point “j”, namun ternyata sejatinya pengaturan itu masih menyisakan problem kekaburan hukum (vagueness of law) dalam pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi. Norma yang dirumuskan bersifat terlalu umum dan multitafsir. Misalnya, parameter tentang “tingkat kesalahan”, “dampak perbuatan”, atau “sikap korporasi setelah tindak pidana dilakukan” tidak disertai dengan kriteria penilaian yang jelas dan terukur. Hal ini mengakibatkan setiap hakim dapat menafsirkan secara berbeda mengenai apa yang dimaksud dengan “tingkat kesalahan berat” atau “dampak signifikan”, sehingga rawan melahirkan disparitas pemidanaan. Lebih jauh, kekaburan ini juga tampak pada aspek pembedaan antara parameter objektif dan subjektif. Pasal 56 mencampuradukkan indikator yang sifatnya faktual (misalnya besaran kerugian atau lamanya tindak pidana dilakukan) dengan indikator yang sifatnya evaluatif (misalnya sikap kooperatif korporasi dalam proses peradilan). Tanpa ada hierarki atau bobot penilaian yang pasti, hakim tidak memiliki pegangan yang memadai dalam menyeimbangkan kedua jenis parameter tersebut. Dari sudut pandang filsafat hukum, kekaburan hukum yang berlebihan dapat melemahkan prinsip kepastian hukum. Hukum yang kabur justru menggeser beban pembentukan norma kepada hakim melalui interpretasi. Akibatnya, tujuan utama hadirnya pedoman pemidanaan yakni untuk menciptakan uniformitas putusan, mencegah disparitas, dan memberikan prediktabilitas tidak sepenuhnya tercapai. “Dengan kata lain, kekaburan dalam Pasal 56 UU No. 1 Tahun 2023 berpotensi mengembalikan persoalan lamainkonsistensi putusan dan ketidakpastian hukum. Oleh sebab itu, diperlukan formulasi pedoman yang lebih rinci dan operasional,” ujarnya.Novelty dari penelitian ilmiah Promovendus ini terletak pada tiga hal pokok. Pertama,merumuskan pedoman pemidanaan korporasi yang komprehensif dan lintas delik, bukan hanya pada tindak pidana tertentu. Kedua, mengintegrasikan teori dan praktik peradilan, sehingga membangun jembatan antara norma, doktrin, dan putusan hakim. “Ketiga, menawarkan sistem kuantifikasi atau scoring system terhadap parameter Pasal 56 UU No. 1 Tahun 2023 agar lebih terukur dan mengurangi disparitas pemidanaan,” bebernya.Prof Dr Agus Yuha Hernoko selaku Promotor dalam pidato pengantar kelulusan Yang Mulia Ketua Kamar Pengawasan mengucapkan selamat dan ikut berbangga atas pencapaian itu. “Kepakkan sayapmu tapi tetaplah membumi, karena gelar ini adalah sarana untuk mencapai hakikat kemanusiaan. Sebagai Alumni, marilah bersama-sama kita membangun Universitas Airlangga, semata-mata sebagai ibadah,” ujarnya.Adapun Prof Sunarto selaku Ketua Mahkamah Agung (MA)  yang juga merupakan salah satu Penyanggah dalam Tim Penguji sidang ujian terbuka tersebut menyatakan sangat mengapresiasi kelulusan Dwiarso ini karena sebagai atasan langsung, ia mengetahui persis bagaimana perjuangan Dwiarso untuk menuntaskan kuliahnya di tengah kesibukan menjalankan kewajiban utama untuk menyidangkan dan menjatuhkan putusan akhir yang jumlahnya ribuan dalam setiap tahunnya.             

Maknai Semangat Pengabdian, PT Gorontalo Tabur Bunga ke Makam Piola Isa

article | Serba-serbi | 2025-08-11 15:35:03

Limboto- Dalam rangkaian memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia (RI) dan HUT ke-80 MA, Pengadilan Tinggi (PT) Gorontalo menyelenggarakan kegiatan ziarah dan tabur bunga di makam Brigjen TNI (Purn) Piola Isa, yang bertempat di Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, Senin 11/8.“Kegiatan ini merupakan wujud penghormatan sekaligus penghargaan atas jasa-jasa almarhum sebagai tokoh bangsa yang telah memberikan kontribusi besar bagi negara, daerah, dan dunia peradilan,” ujar Ketua PT Gorontalo Dr. Yapi.Brigjen TNI (Purn.) Piola Isa merupakan Mantan Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Militer Mahkamah Agung RI, yang dikenal sebagai sosok pejuang, pemimpin, dan panutan yang mengabdikan hidupnya demi kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat.Ziarah ini dipimpin langsung oleh Ketua PT Dr. Yapi.Dalam sambutannya Ia menyampaikan ziarah ini merupakan bentuk penghormatan atas dedikasi dan pengabdian almarhum, serta sebagai pengingat bagi seluruh insan peradilan untuk terus menjunjung tinggi nilai integritas, kedisiplinan, dan tanggung jawab.Hadir juga dalam kegiatan ziarah dan tabur bunga ini para Hakim Tinggi dan Hakim Ad Hoc PT Gorontalo, Ketua dan Wakil Ketua PN Gorontalo dan PN Limboto, hakim dan Panitera dan sekretaris dari PN Gorontalo dan PN Limboto, serta Ketua dan pengurus Dharmayukti Karini Provinsi Gorontalo.Turut hadir juga dalam ziarah ini perwakilan keluarga dari Almarhum Brigjen TNI (Purn.) Piola Isa.Dr. Yapi juga menyampaikan selain sebagai bagian dari peringatan HUT ke-80 RI dan Mahkamah Agung RI, kegiatan ini juga memiliki makna mendalam bagi seluruh insan peradilan di Gorontalo. “Ziarah ini menjadi momentum untuk mengenang dan meneladani nilai-nilai perjuangan yang diwariskan oleh para pendahulu, sekaligus meneguhkan komitmen dalam membangun peradilan yang bersih, transparan, dan berwibawa,” lanjutnya.Berikut perjuangan dan perjalanan karir Brigjen TNI (Purn) Piola Isa:Piola Isa adalah seorang tokoh terkemuka asal Gorontalo, telah mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai salah satu pemimpin di MA RI dari tahun 1981 hingga 1992. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai pejuang yang berkontribusi dalam berbagai konflik penting di Indonesia, seperti perlawanan terhadap penjajahan Belanda serta penumpasan pemberontakan DI-TII dan Permesta. Kontribusinya tidak hanya terbatas di Sulawesi, tetapi juga meluas di hampir seluruh nusantara.Menurut catatan dalam buku "Riwayat Hidup Anggota-Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Hasil Pemilihan Umum 1971," Piola Isa lahir di Gorontalo pada tanggal 11 Oktober 1923. Sebelum November 1945, ia sempat bekerja di Pare-pare. Berbekal ijazah sekolah menengah (MULO), ia kemudian mengabdikan diri di Jawatan Pekerjaan Umum di bawah pemerintahan Jepang.Isa, yang juga dikenal dengan nama Abdul Gani, kemudian bergabung dengan Tentara Republik Indonesia. Ia termasuk di antara pemuda asal Sulawesi Selatan yang menyeberang ke Jawa, menetap di Yogyakarta sekitar tahun 1946 dan menjadi bagian dari Tentara Rakyat Indonesia Sulawesi (TRIS). Beliau terlibat dalam berbagai peristiwa penting, termasuk saat Agresi Militer Belanda Pertama pada Juli 1947 di Candiroto Parakan dan Agresi Militer Belanda Kedua pada Desember 1948 di Yogyakarta. Isa juga turut serta dalam penumpasan Peristiwa Madiun di tahun yang sama.Setelah masa perjuangan melawan Belanda usai, Isa melanjutkan kariernya di dunia militer. Pada tahun 1950, ia dikirim ke Makassar untuk menghadapi pasukan KNIL dalam Peristiwa Andi Azis. Setelah itu, ia terlibat dalam penumpasan Republik Maluku Selatan (RMS) dan Pemberontakan Darul Islam Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Sulawesi Selatan, di mana ia bertugas sebagai perwira staf di Tentara & Teritorium (TT) VII/Wirabuana.Ketika gejolak PRRI/Permesta muncul, Isa berada di daerah asalnya. Bersama Nani Wartabone, ia secara aktif menentang gerakan tersebut. Pasukan yang dipimpinnya berhasil merebut daerah Telaga di timur laut Gorontalo pada Mei 1958.Meski memiliki latar belakang tempur, karier militernya kemudian bergeser. Isa melanjutkan pendidikannya di Akademi Hukum Militer (AHM) dan Perguruan Tinggi Hukum Militer (PTHM). Menurut Harsya Bachtiar, Isa adalah bagian dari angkatan pertama PTHM yang belajar dari tahun 1962 hingga 1966.Setelah meraih gelar Sarjana Hukum, ia mengemban tugas di Kehakiman Angkatan Darat, yang kemudian membawanya ke Mahkamah Agung. Pada tahun 1981, Isa dipercaya menjadi Hakim Agung sekaligus Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Militer, sebuah posisi yang setara dengan pangkat Brigadir Jenderal TNI.Di ranah politik, Isa pernah menjadi anggota fraksi Golongan Karya (Golkar) pada Pemilihan Umum tahun 1971 dan 1977. Namanya kini diabadikan sebagai nama jalan di utara kota Gorontalo, yaitu Jalan Brigjen Piola Isa. (FDj/CS/LDR)