Sumedang- Pengadilan Negeri (PN) Sumedang, Jawa Barat (Jabar), menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara kepada Ahya Bin Atun. Hukuman tersebut dijatuhkan sebab si ayah terbukti telah menyetubuhi anak tirinya hingga hamil.
“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan kekerasan, memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya dilakukan oleh orang tua, menjatuhkan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 1 miliar, subsider pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan”, tutur Majelis Hakim yang dipimpin oleh Lidya Da Vida sebagai Hakim Ketua dalam sidang terbuka untuk umum, yang digelar di Gedung PN Sumedang, Jalan Raya Sumedang-Cirebon KM 04 Nomor 52, Sumedang, Jabar, pada Kamis (24/4/2025).
Kasus bermula saat Ahya mengajak anak tirinya yang berumur 15 tahun untuk tidur. Lalu ayah tiri itu menyetubuhi korban. Perbuatan tersebut kemudian diulangi oleh pelaku beberapa kali dalam rentang waktu bulan Juli sampai dengan Oktober 2024.
Baca Juga: DYK Cabang Sumedang Dukung Kinerja dan Integritas
“Dalam kesaksiannya, anak korban menyatakan saat melakukan persetubuhan tersebut, Terdakwa sempat mengancam anak korban untuk tidak memberitahukan perbuatannya kepada ibu kandung anak. Ancaman mana kemudian membuat anak korban merasa takut”, ungkap Majelis
Hakim yang beranggotakan Desca Wisnubrata dan Zulfikar Berlian.
Perbuatan pelaku diketahui saat Guru SLB anak korban melakukan tes kehamilan, setelah sebelumnya merasa curiga dengan keadaan anak korban. Dari hasil tes tersebut diketahui jika anak korban sedang mengandung.
“Berdasarkan hasil Visum Et Repertum diperoleh kesimpulan Hymen tidak intact (tidak utuh), serta anak korban dalam kondisi hamil empat belas sampai lima belas minggu”, ucap Majelis Hakim.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim PN Sumedang menilai bentuk kekerasan yang dimaksud dalam Pasal 15a Undang-Undang Perlindungan Anak, tidak terbatas hanya pada kekerasan fisik namun juga mencakup kekerasan verbal. Tindakan pelaku yang menyuruh anak korban untuk tidak mengatakan perbuatannya kepada ibu kandung anak korban, sehingga timbul rasa takut pada diri anak korban yang memiliki keterlambatan dalam berpikir dianggap sebagai bentuk kekerasan verbal yang akhirnya memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengan Terdakwa.
“Perbuatan Terdakwa yang telah merusak masa depan anak korban dan mengakibatkan anak korban hamil, dinilai sebagai alasan yang memperberat penjatuhan pidana terhadap Terdakwa. Sementara riwayat Terdakwa yang belum pernah dihukum menjadi alasan yang meringankan pidana tersebut”, lanjut Majelis Hakim dalam putusannya.
Baca Juga: Tingkatkan Pelayanan, PN Sumedang Sosialisasikan Kebijakan MA
Meskipun cukup menarik atensi masyarakat, persidangan pembacaan putusan berjalan dengan tertib dan lancar. Selama persidangan berlangsung Terdakwa dengan didampingi Penasihat Hukumnya maupun Penuntut Umum terlihat secara saksama mendengar pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim.
Atas putusan itu, baik Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir. (AL, ZIB)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum