Labuan Bajo, NTT – Persidangan perkara pidana tindak pidana penyelundupan manusia Terdakwa HJ dengan nomor perkara 43/Pid.Sus/2025/PN Lbj kembali melaksanakan pemeriksaan Saksi a charge (Saksi yang memberatkan). Ketua Majelis, Intan Hendrawati, didampingi Hakim Anggota Wibowo Dimas Hardianto, dan Made Ardia, serta Panitera Pengganti Yoksan A. Tahun, membuka persidangan untuk pemeriksaan 4 saksi: saksi yang mempunyai peranan penting, 2 (dua) Saksi Verbalisan dari Polda NTT, serta resepsionis dari Hotel Kalton Labuan Bajo.
Di Persidangan, Saksi Kunci yaitu Elise Siti Riyatul Muamalah mengungkapkan bahwa Saksi bertemu dengan Terdakwa dikarenakan diperkenalkan oleh Andi Mulya, yang saat ini berstatus DPO. Awalnya Elise mengenal Andi Mulya dari bar di Dili, Timor Leste saat menjadi manajer bar dengan bos WNA Cina. Lima tahun kemudian Andi Mulya menghubungi Elise dan menceritakan bisnis yang akhirnya diakuinya adalah binis penyelundupan manusia.
“Saya meminjamkan Kartu ATM saya kepada Andi Mulya sehingga transaksi debit dilakukan oleh Andi Mulya sedangkan mobile banking adalah Saya. Terdakwa menukar uang dari korban sejumlah masing-masing 5000 USD yang setahu Saya didapatkan dari korban. Kemudian Saya setor tunai,” tutur Elise. Atas keterangan Elise tersebut, Terdakwa keberatan. Terdakwa mengungkapkan bahwa bukan Terdakwa yang menukar dan memegang uang dalam bentuk tunai sejumlah +/- 560.000.000,00 (lima ratus enam puluh juta).
Baca Juga: Sidang Perdana Penyelundupan Manusia oleh WNA Cina di PN Labuan Bajo, Ini Yang Terjadi!
Elise secara rinci menjelaskan seluruh transaksi dari bukti rekening diantaranya: membeli tiket pesawat korban WNA Cina dari Bali ke Saumlakki, tiket pesawat Andi Mulya dan Teknisi Kapal dari Bali ke Labuan Bajo untuk memperbaiki speedboat yang rusak, bensin speedboat untuk memberangkatkan 7 WNA Cina ke Australia, upah harian ABK, pembayaran hotel di Bali dan Labuan Bajo, serta pembelian speedboat sejumlah Rp200.000.00,00 (dua ratus juta rupiah).
Ketujuh WNA Cina tersebut ternyata dikirim ke Australia untuk bekerja di kebun. Majelis Hakim kemudian mengungkapkan bahwa “dalam perkara TPPO dapat beririsan dengan perkara penyelundupan manusia. Modus yang digunakan untuk mencari penghidupan yang layak dengan alasan akan bekerja di perkebunan yang biasanya akan dieksploitasi merupakan salah satu modus yang kerap terjadi dalam perkara TPPO”.
Di tengah persidangan, Elise Siti Riyatul Muamalah mengungkapkan pernyataan menarik bahwa “Saya bisa menemukan Andi Mulya. Dahulu saya masih berkomunikasi ketika penyidikan di Polda. Dili itu kota yang kecil, pasti bertemu jika saya mencarinya”.
Pemeriksaan dilanjutkan terhadap Agusttinus Ambal, resepsionis Hotel Kalton. Diperoleh fakta bahwa Andi Mulya menginap di Hotel Kalton Labuan Bajo dan memesan 2 (dua) kamar. Dalam kesaksiannya di BAP ia mengungkapkan melihat Zhang Rui Long bersama Andi Mulya namun di persidangan ia menyatakan lupa. Sedangkan Agusttinus tidak pernah melihat Terdakwa sama sekali.
Saksi terakhir yang diperiksa oleh Majelis Hakim adalah Saksi Verbalisan Penyidik Polda NTT berinisial YT dan FYB yang dihadirkan karena ketujuh korban tidak ditemukan. Saat pemeriksaan, Majelis Hakim menemukan ‘kejanggalan’ dalam Berita Acara Pemeriksaan Saksi Zhang Rui Long. Pertanyaan dan jawaban pemeriksaan Zhang Rui Long di penyidikan tersebut ‘terputus-putus’.
Setelah dikonfirmasi kepada penyidik YT yang memeriksa Zhang Rui Long, terungkap fakta bahwa “Zhang Rui Long sempat dipukul dan disekap oleh Terdakwa dan diminta uang dikarenakan ia bertugas merekrut dan memegang uang dari korban”. Rangkaian fakta yang terputus mengenai ‘aliran dana sejumlah ribuan USD’ tersebut akhirnya terkuak di persidangan.
Majelis Hakim selanjutnya mempertanyakan “Mengapa hanya Terdakwa HJ yang naik status sebagai tersangka? Mengapa Zhang Rui Long dan Elise Siti Riyatul Muamalah tidak naik statusnya menjadi Tersangka? Mengapa ada keterangan yang terputus dan tidak tercantum dari Zhang Rui Long di BAP?”. Namun, Penyidik hanya terdiam ketika mendapat pertanyaan tersebut. Majelis Hakim kemudian mengingatkan Penyidik untuk mengatakan sebenar-benarnya dikarenakan Saksi yang berbohong berdasarkan Pasal 242 ayat (1) dan (2) KUHP diancam pidana selama 7 (tujuh) tahun.
Baca Juga: PN Labuan Bajo Periksa Saksi dari Rumah Sakit Perkara Penyelundupan 7 WNA Cina
“Sebagai penegak hukum merupakan kewajiban kita untuk melindungi para korban penyelundupan manusia dan perdagangan orang. Bayangkan para korban tersebut dalam kondisi takut, kebingungan, kelaparan, dan beresiko terenggut nyawanya. Jalannya pengumpulan bukti di awal adalah penyidikan”, tegas Majelis Hakim yang diketuai Intan Hendrawati.
Agenda pemeriksaan selanjutnya akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi yang memberatkan dan Ahli yang dilaksanakan pada hari Selasa (9/12/2025). Penuntut Umum menyatakan bahwa saksi dari imigrasi telah dipanggil dua kali namun tidak pernah hadir. Atas hal tersebut, Majelis Hakim memerintahkan Penuntut Umum membawa secara paksa Saksi dari Imigrasi dan Saksi Zhang Rui Long di persidangan berikutnya. (Intan Hendrawati/al/ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI