Harga emas belakangan ini meningkat
tajam. Sebagian masyarakat yang sudah lama menjadikan emas sebagai instrumen
investasi tentu senang dengan hal ini. Yang perlu disadari dari fenomena ini
adalah sejatinya nilai intrinsik emas itu sendiri selalu tetap dari masa ke
masa. Akan tetapi, kenaikan harga emas global yang ditetapkan melalui London
Gold Fixing dipengaruhi oleh faktor internasional seperti ketidakpastian
ekonomi dan kebijakan moneter. Sementara di Indonesia, lonjakan harga emas
tampak lebih besar karena depresiasi atau melemahnya nilai mata uang rupiah
terhadap dolar Amerika serta tekanan inflasi yang menggerus daya beli.
Tidak seperti emas, mata uang fiat tidak
memiliki nilai intrinsik karena nilainya sepenuhnya bergantung pada kepercayaan
publik, kebijakan moneter, dan kondisi ekonomi. Jika kita sepakat bahwa mata
uang fiat bersifat fluktuatif, maka muncul permasalahan hukum berikut: Bagaimana
dengan ketentuan hukum dalam peraturan perundang-undangan yang menggunakan
rupiah sebagai standar nilai? Apakah angka nominal tersebut dapat dianggap
tetap sama antara saat aturan itu diundangkan dan saat aturan itu diberlakukan,
bahkan bertahun-tahun kemudian?
Mahkamah Agung Pernah menerbitkan PERMA
No. 2 Tahun 2012 untuk penyesuaian batas nilai uang tipiring (tindak pidana
ringan) salah satunya Pasal 364 KUHP lama. Kita dapat menemukan dasar
penyesuaiannya pada bagian Penjelasan Umum dalam lampiran Perma tersebut yang membandingkan
harga emas pada masa diberlakukannya regulasi kolonial (1959) dengan harga emas
pada saat PERMA disusun (2012).
Baca Juga: Simak! Ini 20 Alasan PT Pontianak Bebaskan WN China di Kasus Tambang Emas
Dengan tegas Perma menyebutkan bahwa “batasan
pencurian ringan yang diatur dalam Pasal 364 KUHP saat ini adalah barang atau
uang yang nilainya di bawah Rp 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah). Nilai
tersebut tentunya sudah tidak sesuai lagi saat ini”. Lantas darimana perhitungan
angka Rp2.500.000 dijadikan standar batas tindak pidana ringan di tahun 2012?
Dasarnya adalah nilai Rp 250 yang
ditetapkan melalui Perpu No. 16 Tahun 1960, di mana pada masa itu harga emas
murni per gram sekitar Rp 50,51. Sementara pada saat PERMA disusun, yaitu tahun
2012, harga emas per gram mencapai Rp 509.000. Dengan demikian terjadi kenaikan
sekitar 10.000 kali lipat, sehingga batas Rp 250 dikalikan 10.000 menjadi Rp
2.500.000 sebagai standar baru tindak pidana ringan.
Beralih ke masa sekarang, batas
pencurian ringan yang diatur dalam KUHP Nasional Pasal 478 ditetapkan sebesar
Rp 500.000. Ketentuan ini berlaku sejak UU No. 1 Tahun 2023 disahkan pada 2
Januari 2023. Pada saat itu, harga emas per gram berada di kisaran Rp
1.050.000–1.100.000. Mengingat sifat mata uang fiat yang fluktuatif, standar
nominal tersebut berpotensi kehilangan relevansi seiring waktu. Sebagai
ilustrasi, jika tren kenaikan harga emas berlanjut, maka pada saat KUHP
Nasional berlaku tanggal 2 Januari 2026 harga emas bisa saja mencapai sekitar
Rp 2.500.000 per gram. Hal ini menunjukkan bahwa batas pencurian ringan Rp
500.000 dalam KUHP Nasional mungkin tidak lagi mencerminkan nilai ekonomi yang
setara dengan saat aturan tersebut diundangkan.
Nilai uang pada tahun 2023 tentu sudah
berbeda dengan nilai uang saat ini. Jika metode penyesuaian nilai dalam PERMA
Nomor 2 Tahun 2012 diterapkan secara konsisten, maka perhitungan batas tindak
pidana ringan dalam KUHP Nasional seharusnya mengacu pada kondisi ekonomi saat
undang-undang tersebut diundangkan, yakni 2 Januari 2023. Pada saat itu batas
pencurian ringan sebesar Rp500.000 atau setara dengan nilai sekitar 0,5 gram
emas.
Namun ketika KUHP Nasional mulai berlaku
pada 2 Januari 2026, nilai 0,5 gram emas telah setara dengan sekitar
Rp1.250.000 (dengan asumsi perhitungan kenaikan harga emas mencapai Rp
2.500.000 per gram). Dengan demikian, secara ekonomi batas tipiring yang semula
Rp 500.000 pada 2023 dapat dipandang setara dengan Rp 1.250.000 pada 2026,
meskipun secara hukum angka nominal tetap Rp 500.000.
Metode perhitungan ini sangat diperlukan
untuk mengukur keadilan nilai intrinsik suatu barang jika dibandingkan dengan
mata uang fiat yang sifatnya fluktuatif. Apalagi jika Pasal 478 KUHP Nasional
diterapkan pada tahun-tahun mendatang bahkan 100 tahun lagi, tentu nilai
nominal rupiah akan berbeda jauh dengan saat aturan itu diundangkan.
Dengan konsep ini, keadilan dapat
diwujudkan karena hakim tidak hanya terikat pada angka nominal tetapi dapat
menggali hukum sesuai Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman. Hal ini sejalan
dengan adagium lama “Het recht hinkt achter de feiten aan” yang maknanya
hukum selalu tertinggal dari perkembangan zaman. Sehingga standar tipiring
dapat tetap relevan tanpa harus menunggu PERMA penyesuaian, karena hakim mampu
menafsirkan hukum secara progresif berdasarkan nilai intrinsik yang lebih
stabil sesuai perkembangan zaman.
Dengan memahami dasar pembentukan
peraturan perundang-undangan, maka putusan akhir seorang hakim tidak hanya
melahirkan kepastian hukum namun dengan pertimbangan tepat dapat melahirkan
keadilan yang melampaui ruang dan waktu. Sebagaimana yang dikatakan Hakim Agung
Amerika, Oliver Wendell Holmes, Jr. (1841–1935):
“It is on the question of what shall
amount to a justification, and more especially on the nature of the
considerations which really determine or ought to determine the answer to that
question, that judicial reasoning seems… often to be inadequate.
Yang
maknyanya:
“Persoalan mendasar dalam praktik
peradilan sering kali bukan terletak pada amar putusan yang dijatuhkan,
melainkan pada kualitas dan jenis pertimbangan yang digunakan hakim untuk membenarkan
putusan tersebut, yang sering kali tidak memadai.”
Tabel Perbandingan Nilai Intrinsik Emas:
|
Periode |
Dasar Hukum |
Batas Tipiring |
Harga Emas/Gram |
Nilai Emas Setara |
Keterangan |
|
KUHP LAMA |
|||||
|
1960 |
Pasal 364 KUHP Lama |
Rp250 |
± Rp50 |
± 5 gram emas |
- |
|
2012 |
PERMA No. 2 Tahun 2012 |
Rp2.500.000 |
± Rp509.000 |
± 5 gram emas |
Perbandingan harga emas × 10.000 |
|
KUHP NASIONAL |
|||||
|
2023 |
Pasal 478 KUHP Nasional
(UU 1/2023) |
Rp500.000 |
± Rp1.000.000 |
± 0,5 gram emas |
- |
|
2026 |
Implementasi KUHP Nasional |
Rp1.250.000 |
± Rp2.500.000 |
± 0,5 gram emas |
Perbandingan harga emas x 2,5 |
Baca Juga: Kasus Kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Warga Kembali Menang di PT Jakarta
(ldr)
Referensi:
- Rahmansyah,
I. C., & Rani, L. N. (2021). Gold price, inflation, and dollar exchange
rate: The case of gold investment in Indonesia. The Indonesian Capital Market
Review, 13(1), 1–30.
- Summers,
Robert S. “Two Types of Substantive Reasons: The Core of a Theory of Common-Law
Justification.” Cornell Law
Review, Vol. 63, No. 5, Juni 1978.
- Hasibuan,
F. F., Soemitra, A., & Harahap, R. D. (2023). Pengaruh inflasi, nilai
tukar, harga minyak dunia dan harga emas dunia terhadap indeks saham syariah
Indonesia. Jurnal Manajemen
Akuntansi (JUMSI), 3(1),
211–221.
- Pupung Purnamasari dkk., “Inflasi Rupiah Mempengaruhi Kenaikan Harga Emas di Pasar Internasional,” Jurnal Spektrum Ekonomi, Vol. 7, No. 7 (Juli 2024): 131–135.
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI