Kab. Kuantan Singingi (Kuansing)
- Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan, Riau, menjatuhkan vonis pidana penjara
selama 6 bulan serta denda sebesar 100 juta subsider kurungan 1 bulan kepada
Terdakwa yang bernama Dodi Aria Putra. Sebab, Terdakwa terbukti mengerjakan
kawasan hutan secara tidak sah. Namun hukuman tersebut tidak wajib dijalani
oleh Terdakwa.
“Menetapkan pidana tersebut
tidak usah dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang
menentukan lain disebabkan karena Terpidana melakukan suatu tindak pidana
sebelum masa percobaan selama 10 (sepuluh) bulan berakhir, dengan suatu syarat
khusus”, ucap Ketua Majelis yang juga merupakan Ketua PN, Subiar Teguh Wijaya,
pada Senin, 28 Juli 2025.
Kasus ini bermula dari PT. Nusa Prima Manunggal (NPM) yang bekerjasama
dengan kelompok tani pemilik lahan, di Desa Rambahan, Kecamatan Logas Tanah
Darat, Kuansing, untuk mengolah Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dengan menanam
pohon eucalyptus. Kemudian PT. NPM bersama beberapa perwakilan kelompok tani
tersebut, bersepakat untuk mengurus perubahan HTR tersebut menjadi Hutan
Kemasyarakatan (HKM). Baik HTR maupun HKM merupakan kawasan hutan, yang hak
pengelolaannya hanya diberikan kepada pemegang izin.
Baca Juga: Wujudkan Peradilan Inklusif, PN Teluk Kuantan Kolaborasi Dengan SLBN Kuantan Singingi
Sementara itu, Terdakwa yang awalnya tergabung dalam kelompok tani,
namun karena tidak ikut berunding dan mengurus perubahan kawasan hutan
tersebut, maka tidak terdaftar sebagai pemegang izin pengelolaan. Terdakwa
merasa tidak dilibatkan dalam perundingan tersebut, serta tidak bersedia
mengikuti hasil permufakatan tersebut, karena kompensasi pembayaran dari skema bagi
hasil yang didapatkan dirasa terlalu kecil. Selanjutnya karena kebutuhan
ekonomi keluarga, Terdakwa menanami sawit di area tersebut. Perbuatan Terdakwa
tersebut dipandang Majelis Hakim telah memenuhi unsur “dengan sengaja
mengerjakan kawasan hutan secara tidak sah” sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam Pasal 36 Angka 19 Pasal 78 Ayat (3) jo Angka 17 Pasal 50 Ayat (2)
huruf a UU Cipta Kerja yang mengubah UU Kehutanan.
Dalam amarnya, Majelis Hakim menetapkan
persyaratan khusus yang harus dilaksanakan oleh Terpidana dalam masa percobaan
10 bulan tersebut, yaitu berupa:
- Melaporkan ke Kades terkait pembaharuan keanggotan hutan kemasyarakatan dan menembuskannya kepada Kemenhut;
- Melaporkan kepada Kemenhut agar dilakukan pengawasan atas pembiaran yang dilakukan PT. NPM terhadap setiap masyarakat yang menanam sawit di kawasan hutan yang diberikan hak akses hutan kemasyarakatan dari Kelompok Tani Desa Rambahan;
- Melaporkan kepada Kemenhut untuk meninjau kawasan hutan yang diberikan akses kepada masyarakat, apakah tetap sebagai kawasan hutan atau dapat dilepaskan sebagai Area Penggunaan Lain (APL);
- Melalukan musyawarah dan negosiasi ulang kepada PT. NPM melalui Pemdes mengenai kompensasi pembayaran yang besarannya layak dan adil dan dilaksanakan dengan itikad baik.
Terdakwa sebelumnya telah
ditahan oleh Penyidik pada tanggal 16 Oktober 2024 selama 2 hari, namun
ditangguhkan. Kemudian oleh Penuntut Umum (PU), Terdakwa kembali ditahan sejak
3 Maret 2025, penahanan dilanjutkan oleh Majelis Hakim hingga putusan
dibacakan. Kemudian melalui vonis pidana bersyarat ini, Terdakwa dibebaskan
dari tahanan.
“Memerintahkan Terdakwa
dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan.” Ucap Ketua
Majelis yang didampingi hakim anggota Yosep Butar Butar dan Samuel Pebrianto
Marpaung pada perkara nomor 57/Pid.Sus-LH/2025/PN Tlk ini.
PU sebagai eksekutor dalam
putusan pidana, turut diperintahkan oleh Majelis Hakim untuk melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan persyaratan khusus tersebut.
Baca Juga: Tips Memilih Klasifikasi Perkara Lingkungan Hidup di SIPP
Terhadap perkara ini, PU yang
sebelumnya menuntut pidana penjara 8 bulan dan denda sebesar 1 milyar subsider penjara
3 bulan, pada tanggal 29 Juli 2025 telah mengajukan upaya hukum banding. (fac)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI