Cari Berita

Dalam Sepekan, PN Bantaeng Berhasil Terapkan RJ dalam 3 Perkara Pidana

article | Berita | 2025-10-30 15:10:58

Bantaeng – Pengadilan Negeri (PN) Bantaeng, Sulawesi Selatan kembali menorehkan tinta emas dalam penegakan hukum yang humanis. Dalam kurun waktu hanya sepekan, Pengadilan yang berada di daerah dengan julukan Butta Toa ini sukses mengimplementasikan pendekatan keadilan restoratif untuk tiga perkara pidana yang berbeda pada minggu terakhir Oktober 2025.Perkara pertama terdaftar dengan Nomor: 77/Pid.B/2025/PN Ban atas nama Adib Munzir Afrialdy alias Dipo’ bin Arifuddin Ahmad Budi, seorang pria asal Palantikang, Kecamatan Bantaeng. Ia terbukti bersalah melakukan penganiayaan terhadap korban Cindy.“Menyatakan Terdakwa Adib Munzir Afrialdy Alias Dipo’ Bin Arifuddin Ahmad Budi, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum,” demikian bunyi salah satu amar putusan yang dibacakan oleh Melinda Tenriola selaku ketua majelis dengan didampingi Akbar Dwi Nugrah Fakhsirie & Kinasih Puji Utami selaku hakim anggota pada Selasa (28/10).Selama persidangan, Terdakwa menunjukkan itikad baik dengan menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada korban. Di sisi lain, korban juga telah bersedia memaafkan perbuatan Terdakwa. Atas pertimbangan ini, majelis hakim berpandangan bahwa perdamaian para pihak yang dituangkan dalam berita acara kesepakatan menjadi faktor keberhasilan penerapan RJ dalam perkara ini.Sementara itu, perkara kedua didaftarkan dengan Nomor 79/Pid.B/2025/PN Ban atas nama Iccang Bin Marding, seorang pria asal Onto yang terbukti mengambil satu unit sepeda motor merek Yamaha Jupiter milik korban Anci yang terparkir di dalam rumah milik korban. Iccang juga dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana pencurian oleh majelis hakim.“Menyatakan Terdakwa Iccang Bin Marding, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana dalam dakwaan Primair Penuntut Umum,” ujar Tri Haryono Patria Mangambe selaku ketua majelis, didampingi Melinda Tenriola dan Kinasih Puji Utama selaku hakim anggota.Dalam proses pembuktian, tercapainya kesepakatan perdamaian antara pelaku dan korban menjadi pertimbangan bagi majelis hakim dalam menerapkan RJ pada perkara ini.“Bahwa dengan telah tercapainya kesepakatan perdamaian di mana korban telah bersedia memaafkan perbuatan Terdakwa, maka majelis hakim berpandangan bahwa dalam perkara ini telah tercapai keadilan restoratif,” demikian dikutip dalam pertimbangan hakim pada putusan ini.Terakhir, perkara yang terdaftar dengan Nomor 81/Pid.B/2025/PN Ban atas nama Adhe Chakrawardani als. Cakra bin M. Nasir L, seorang pria asal Lembang yang terbukti bersalah melakukan penipuan terhadap korban Harlan dengan cara menggadaikan sepeda motor milik korban.“Menyatakan Terdakwa Adhe Cakrawardani Alias Cakra Bin M.Nasir L, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penipuan sebagaimana dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum,” demikian bunyi salah satu amar putusan yang dibacakan oleh Irdayanti Amir selaku ketua majelis dengan didampingi Syailendra Anantya Prawira dan Melinda Tenriola selaku hakim anggota pada Selasa (28/10).Perkara ini juga berhasil diselesaikan dengan mekanisme RJ karena pertimbangan telah dibayarkannya ganti kerugian terhadap korban.“Dalam persidangan terdakwa dan korban telah sepakat untuk berdamai dan saling memaafkan yang pada pokoknya terdakwa sepakat untuk membayar ganti kerugian. Dengan demikian, majelis hakim berpendapat bahwa kondisi anak dan terdakwa telah kembali seperti sedia kala sebelum terjadinya tindak pidana,” sebagaimana tercantum dalam pertimbangan hukum putusan ini. (William Edward Sibarani/SNR/LDR)

Pencuri Ayam Aduan Dapat Maaf, PN Amlapura Jatuhkan Pidana Bersyarat

article | Berita | 2025-10-30 13:25:25

Amlapura, Bali – Pengadilan Negeri (PN) Amlapura kembali menunjukkan komitmennya dalam penerapan restorative justice melalui penyelesaian perkara tindak pidana ringan secara damai antara pelaku dan korban. Kasus ini bermula dari peristiwa pencurian seekor ayam aduan berwarna putih bercorak cokelat (serawah) milik I Wayan Budiasa di Banjar Dinas Suwukan, Desa Menanga, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, pada Selasa (11/10) sekitar pukul 09.30 Wita.Terdakwa I Kadek Bayu  mengambil ayam tersebut dari kandang tanpa pintu milik korban, kemudian menyembunyikannya di dalam baju dan menjualnya kepada I Ketut Kaji seharga Rp110 ribu. Hasil penjualan digunakan Terdakwa untuk membeli bahan bakar, rokok, dan kebutuhan pribadi lainnya. Akibat perbuatan tersebut, korban mengalami kerugian sebesar Rp800 ribu.Hakim, Dita Ardianti, menilai perbuatan Terdakwa memenuhi unsur Pasal 364 KUHP tentang pencurian ringan. Namun, dalam proses pemeriksaan dengan acara cepat, Hakim mendorong upaya perdamaian antara Terdakwa dan korban sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 6 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.Akhirnya, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai dan menandatangani Kesepakatan Perdamaian bahwa Terdakwa mengakui perbuatannya, menyesal, dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi, kemudian Korban memaafkan Terdakwa dengan syarat agar perbuatan serupa tidak terulang di kemudian hari.Hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa kesepakatan damai tersebut telah dilaksanakan sepenuhnya dan dapat dijadikan alasan meringankan hukuman untuk menjatuhkan pidana bersyarat/pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan, dengan ketentuan pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan Terdakwa melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 3 (tiga) bulan berakhir,” ucap Hakim Dita Ardianti dalam persidangan terbuka untuk umum pada Kamis (30/10).Selain itu, Hakim juga menetapkan agar 1 ekor ayam aduan berwarna putih dengan ekor bercorak cokelat (serawah) dikembalikan kepada korban.Melalui putusan ini, PN Amlapura menegaskan bahwa penyelesaian perkara ringan tidak semata-mata berorientasi pada pemidanaan, tetapi juga pada pemulihan hubungan sosial dan moral antara pelaku dan korban. Pendekatan ini diharapkan menjadi contoh nyata penerapan keadilan yang humanis, proporsional, dan berkeadilan. IKAW/LDR

PN Sampit Berhasil Lakukan Diversi Perkara Laka Lantas

article | Berita | 2025-10-30 11:30:08

Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah – Pengadilan Negeri (PN) Sampit kembali mengukir keberhasilan menyelesaikan perkara Anak melalui diversi. Berdasarkan laporan diversi dari Majelis Hakim, berita acara diversi dan kesepakatan diversi bahwa kesepakatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum, agama dan kesusilaan serta telah selesai dilaksanakan seluruhnya oleh Anak/Keluarganya, sehingga Ketua PN Sampit mengeluarkan Penetapan Nomor 2/Pen.Div/2025/PN Spt jo. Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2025/PN Spt tertanggal 29 Oktober 2025.“Bahwa Kesepakatan Diversi tersebut telah memenuhi dan tidak bertentangan dengan hukum, agama, kepatutan masyarakat setempat, kesusilaan atau memuat hal-hal yang tidak dapat dilaksanakan Anak atau memuat itikad tidak baik, sehingga beralasan untuk dikabulkan,” ucap Ketua Pengadilan Negeri Sampit, Benny Octavianus di dalam Penetapannya.Selanjutnya berdasarkan Penetapan Ketua PN Sampit tersebut, Majelis Hakim yang memeriksa perkara Anak bertindak sebagai fasilitator diversi yaitu Joshua Agustha, Denico Toschani, dan Bagas Bilowo Nurtantyono Satata telah mengeluarkan Penetapan Nomor 2/Pen.Div/2025/PN Spt jo. Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2025/PN Spt tertanggal 29 Oktober 2025 yang pada pokoknya menghentikan proses pemeriksaan perkara Anak dalam kasus kecelakaan lalu lintas. Hal itu dikarenakan, kesepakatan diversi seluruhnya telah dilaksanakan oleh Anak & keluarganya.“Menghentikan proses pemeriksaan perkara Anak Berkonflik Dengan Hukum,” ucap Majelis Hakim Anak di dalam Penetapannya.Kronologi kasus ini bermula saat Anak pulang dari sekolah dengan mengendarai sepeda motor, kemudian di tengah perjalanan sepeda motor yang dikendarai oleh Anak menabrak Korban yang pada saat itu sedang mengendarai sepeda pancal hingga Korban dilarikan ke Rumah Sakit dan kemudian dinyatakan meninggal dunia. Di tengah proses diversi yang berjalan, Majelis Hakim yang bertindak sebagai fasilitator diversi mengambil peran proaktif dalam mengupayakan perdamaian berhubung proses diversi pada tingkat penyidikan dan penuntutan tidak berhasil. (ldr)

Kunjungi Adik Gunakan Sepeda Motor Curian, PN Koba Terapkan RJ, ini Alasannya!

article | Berita | 2025-10-30 10:45:12

Koba, Bangka Belitung – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Koba, Bangka Tengah telah memutus perkara pencurian dengan pendekatan keadilan restoratif (Restorative Justice) terhadap Terdakwa atas nama Dodi alias Dodi bin Zainuri yang terdaftar pada register Nomor 187/Pid.B/2025/PN Kba. Ketua Majelis Taufik Ismail dengan didampingi Para Hakim Anggota  Anita Meilyna S. Pane dan Riskar Stevanus Tarigan menyatakan Terdakwa Dodi alias Dodi bin Zainuri terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencurian sebagaimana dakwaan tunggal“Menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan kepada Terdakwa,” ucap Majelis Hakim dalam amar putusannya.Kasus ini bermula ketika Korban memakirkan sepeda motornya di depan rumah dan lupa untuk mengambil kunci yang terletak di dasbor sepeda motor tersebut. Selanjutnya ketika Terdakwa melintas di depan rumah Korban dan melihat hal tersebut, Terdakwa sontak mengambil sepeda motor tersebut dan membawanya untuk mengunjungi adiknya yang baru menjanda karena suaminya meninggal dunia.“Perdamaian antara Korban dan Terdakwa tersebut menjadi pertimbangan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Koba dalam menjatuhkan Putusan kepada Terdakwa tersebut,” lanjut Majelis Hakim dalam pertimbangannya.Saat persidangan dengan agenda Pemeriksaan Saksi, Majelis Hakim memfasilitasi perdamaian antara Korban dengan Terdakwa, dalam proses tersebut Korban menyatakan bersedia memaafkan dan tidak menuntut ganti kerugian kepada Terdakwa, Korban hanya meminta agar Terdakwa tidak mengulangi lagi perbuatannya dikemudian hari.Majelis Hakim juga menilai 3 (tiga) bulan penjara  sudah cukup pantas dan adil dengan kesalahan Terdakwa oleh karena  adanya perdamaian dan pemaafan dari Korban serta terhadap Terdakwa perlu dilakukan terapi dengan harapan Terdakwa dapat benar-benar menginsyafi perbuatan salah yang telah dilakukannya, sehingga kelak setelah selesai menjalani masa hukuman, dapat berubah menjadi manusia yang lebih baik lagi di masyarakat. Putusan ini merupakan wujud komitmen Pengadilan Negeri Koba yang mengikuti perkembangan sistem pemidanaan yang lebih humanis, tidak hanya bertumpu pada pemidanaan terhadap Terdakwa melainkan telah mengarah pada penyelarasan kepentingan pemulihan korban dan pertanggungjawaban Terdakwa dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif.

PN Mukomuko Sukses RJ Kasus Pemukulan Polisi, Terdakwa Siap Berubah

article | Berita | 2025-10-24 10:55:04

Mukomuko, Bengkulu – Pengadilan Negeri (PN) Mukomuko kembali menegaskan komitmennya dalam mendukung penerapan keadilan restoratif (restorative justice) sebagaimana diamanatkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024. Komitmen tersebut diwujudkan melalui keberhasilan memfasilitasi perdamaian dalam perkara pidana pemukulan terhadap anggota kepolisian yang sedang melaksanakan patroli di wilayah hukum Polsek Lubuk Pinang.Perkara nomor 63/Pid.B/2025/PN Mkm ini bermula ketika korban Epri Yanto, anggota kepolisian, melaksanakan patroli rutin bersama rekannya Salba Julianda di Desa Suka Pindah, Kecamatan Lubuk Pinang, pada Minggu malam (20/7). Saat patroli, korban menegur sekelompok pemuda yang sedang mengonsumsi minuman keras di tempat umum, salah satunya Rangga Mayuda Putra. Teguran tersebut tidak diterima dengan baik, hingga terjadi perdebatan dan perkelahian yang berujung pada pemukulan oleh terdakwa terhadap korban dengan tangan kosong, menyebabkan luka memar di bagian dahi kiri korban.Dalam proses persidangan, Majelis Hakim yang diketuai Syukri Kurniawan, didampingi Hakim Anggota Anggis Tiyana Br. Situngkir dan Ummu Salamah, mengedepankan pendekatan Restorative Justice (RJ) dengan memfasilitasi proses perdamaian antara terdakwa dan korban. “Kami berharap terjadinya perdamaian, agar menjadi teladan bahwa hukum dapat menumbuhkan kembali kepercayaan dan kerja sama antara masyarakat dan aparat. Itulah makna sejati keadilan restoratif,” tegas Ketua Majelis Hakim Syukri Kurniawan.Terdakwa kemudian menunjukkan penyesalan dan mengakui kesalahannya. Ia secara terbuka meminta maaf kepada korban dan institusi kepolisian, serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Ia juga menyatakan kesediaannya membantu aparat kepolisian dalam memberantas berbagai tindakan menyimpang di masyarakat, terutama dalam upaya pencegahan perilaku mabuk-mabukan atau konsumsi minuman keras di tempat umum setelah bebas nanti.  Sementara itu, korban menyatakan telah memaafkan perbuatan terdakwa dan berharap peristiwa serupa tidak terjadi lagi di masyarakat. Perdamaian ini kemudian dituangkan dalam kesepakatan yang disaksikan langsung oleh Penuntut Umum, pihak keluarga, dan tokoh masyarakat setempat. Majelis Hakim dalam pertimbangannya menilai bahwa penerapan RJ  bukan untuk menghapus pertanggungjawaban pidana, tetapi untuk memulihkan hubungan sosial antara pelaku dan korban, serta mengembalikan keseimbangan di masyarakat..“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 4 bulan penjara”, ucap Majelis Hakim saat membacakan amar putusan dalam  sidang terbuka untuk umum pada Kamis (23/10) di Ruang Sidang Cakra PN Mukomuko.PN Mukomuko memandang keberhasilan penerapan RJ ini sebagai bukti bahwa peradilan tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga berperan dalam memelihara harmoni sosial dan meneguhkan nilai-nilai keadilan yang humanis di tengah masyarakat. IKAW/LDR

Drama di Kedai Kopi Berakhir Damai di PN Bukittinggi

article | Berita | 2025-10-23 08:35:11

Bukittinggi - Pengadilan Negeri (PN) Bukittinggi, Sumatera Barat, menerapkan pendekatan restorative justice saat memutus perkara pidana nomor 121/Pid.B/2025/PN Bkt (22/10) di ruang sidang gedung PN Bukittinggi, Jalan Veteran nomor 219, Kubu Gulai Bancah, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. “Majelis hakim dalam menjatuhkan pidana akan mempertimbangkan pendekatan keadilan restoratif dengan melibatkan korban, terdakwa, bahkan bisa juga keluarga dari kedua pihak dengan tujuan pemulihan kerugian korban dan pemulihan hubungan antara terdakwa, korban serta masyarakat”, ucap hakim ketua majelis, Rahmi Afdhila saat membacakan putusannya.Kasus ini berawal ketika korban dan terdakwa yang tidak saling mengenal sedang berada di sebuah kedai kopi di Kota Bukittinggi. Korban yang sedang bermain koa memandangi terdakwa yang akan meninggalkan kedai kopi tersebut. Merasa tersinggung karena dipandangi oleh korban, terdakwa menegur korban hingga terjadi cek cok mulut. Cek cok mulut antara terdakwa dan korban awalnya berhasil didamaikan oleh teman-teman terdakwa dan korban yang ada di tempat tersebut. Keduanya ditenangkan oleh teman mereka masing-masing yang berada di kedai kopi itu. Selang beberapa saat, terdakwa yang sedang duduk tidak jauh dari korban tiba-tiba langsung mencekik leher korban dan melayangkan pukulan dua kali ke arah pelipis korban. Satu dari dua pukulan tersebut mengenai pelipis korban yang menyebabkan luka robek pada pelipis korban. Beruntung, setelah itu terdakwa dan korban berhasil dilerai.Terdakwa didakwa pasal 351 ayat (1) KUHP. Di persidangan, terdakwa mengaku menyesal atas perbuatannya tersebut. Terdakwa mengaku pada saat itu sedang kalut usai bercerai dengan istrinya. Dengan kesungguhan hati, terdakwa meminta maaf kepada korban yang akhirnya menerima permintaan maaf terdakwa dengan ikhlas. Keduanya sepakat berdamai di persidangan.Perdamaian antara terdakwa dan korban dipertimbangkan majelis hakim sebagai keadaan yang meringankan terdakwa. Majelis Hakim menjatuhkan vonis 4 bulan kepada terdakwa. Terhadap vonis tersebut, Terdakwa menyatakan menerima, sedangkan Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir. (SNR/LDR)

Dari Emosi ke Harmoni, PN Amlapura Damaikan Pelaku dan Korban Pemukulan

article | Berita | 2025-10-23 08:05:34

Amlapura, Bali – Perselisihan antara dua warga yang sempat berujung pemukulan kini berakhir damai di ruang sidang. Pengadilan Negeri (PN) Amlapura melalui pendekatan Restorative Justice (RJ) berhasil memulihkan hubungan antara terdakwa dan korban dalam perkara pidana Nomor 65/Pid.B/2025/PN Amp.Perkara bermula pada Jumat (22/8) bertempat di Banjar Dinas Tenganan, Kabupaten Karangasem. Terdakwa I Komang Widarta alias Koming dan korban I Komang Putra terlibat cekcok saat menghadiri acara adat Manusa Yadnya (otonan istri). Pada saat itu, Terdakwa dan korban mengonsumsi minuman tuak lalu Terdakwa menepuk-nepuk dada korban dengan niat bercanda, akan tetapi ternyata membuat korban tersinggung dan tidak terima hingga akan memukul Terdakwa tetapi tidak berhasil. Sebaliknya, Terdakwa balik melakukan pemukulan sebanyak dua kali kepada korban. Berdasarkan visum Rumah Sakit Bintang, korban menderita luka di bagian wajah dan kehilangan satu gigi depan. Akibatnya, korban tidak dapat bekerja selama sebulan dengan biaya pengobatan mencapai Rp11 juta.Dalam proses persidangan, Majelis Hakim yang diketuai Rizki Ridha Damayanti, dengan anggota Niesya Mutiara Arindra dan Evander Reland Butar Butar, menilai bahwa perkara ini layak diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif. Majelis Hakim mendorong kedua pihak untuk memulihkan hubungan sosial mengingat para pihak masih bertetangga. Akhirnya, Terdakwa dan korban saling memaafkan di hadapan majelis hakim dengan disaksikan keluarga masing-masing. Keduanya sepakat untuk berdamai dengan tidak akan menuntut atau melakukan tindakan balasan, kemudian Terdakwa menunjukkan itikad baik dengan memberikan uang tali asih sebesar Rp1 juta kepada korban.Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan perdamaian yang tercapai menjadi dasar penting dalam menentukan pidana bagi terdakwa. Hakim menegaskan bahwa keadilan tidak hanya sebatas penghukuman, melainkan juga upaya pemulihan hubungan sosial di tengah masyarakat.“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana dalam dakwaan tunggal, Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan”, ucap Hakim Ketua saat membacakan putusan dalam persidangan terbuka untuk umum pada Rabu (22/10).Penerapan Restorative Justice di PN Amlapura menjadi wujud nyata bahwa pengadilan tidak hanya berfungsi sebagai tempat menjatuhkan hukuman, tetapi juga sebagai ruang pemulihan harmoni sosial. Dengan semangat ini, pengadilan membuktikan bahwa keadilan dapat hadir secara humanis, menyejukkan, dan bermakna bagi masyarakat. IKAW/LDR

PN Takengon Terapkan Restorative Justice dalam Perkara Penipuan Rp260 Juta

article | Berita | 2025-10-17 09:20:24

Aceh - Pengadilan Negeri (PN) Takengon, Aceh, telah menjatuhkan putusan dengan mempertimbangkan nilai keadilan restoratif (restorative justice), dalam perkara Nomor 89/Pid.B/2025/PN Tkn dengan tindak pidana penipuan bernilai Rp260.000.000,- (dua ratus enam puluh juta rupiah).Dalam putusannya, Majelis Hakim yang diketuai oleh Siti Annisa Talkha Hakim dengan hakim anggota Mula Warman Harahap dan Damecson Andripari Sagala “menyatakan bahwa Terdakwa Kasamiati Binti Alm. Abdullah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah”. “Menyatakan Terdakwa Kasamiati Binti Alm. Abdullah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pasal 378 dengan kualifikasi “Penipuan” sebagaimana dalam Dakwaan Alternatif Pertama Penuntut Umum dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan dan kemudian menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani oleh Terdakwa, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena Terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 6 (enam) bulan berakhir” ujar Hakim Ketua Majelis dalam sidang yang di gelar di Ruang sidang utama PN Takengon, Jalan Komodor Yos Sudarso No.200, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh (16/10/2025).“Majelis menilai adanya itikad baik dari Terdakwa dengan melakukan upaya perdamaian yang dituangkan dalam Surat Pengakuan Hutang dengan Jaminan Nomor 12, dibuat di hadapan Notaris Fachrur Rouzi, S.H., M.Kn. yang pada pokoknya menerangkan tentang Terdakwa telah mengembalikan sebagian kerugian Saksi Korban Maulida Binti Muhammad sejumlah Rp110.000.000,00 (seratus sepuluh juta rupiah) di hadapan Notaris Fachrur Rouzi, S.H., M.Kn”. Dan untuk sisa uang lainnya senilai Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) selambat-lambatnya akan diberikan pada tanggal 29 Maret 2026 dengan jaminan Akta Jual Beli Nomor 150/KBY/2025 atas nama Terdakwa dengan jaminan sebidang tanah seluas lebih kurang 208 (dua ratus delapan) meter persegi yang berlokasi di Desa Kute Lot, Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah sebagaimana dalam Surat Pengakuan Hutang dengan Jaminan Nomor 12 “terang Siti Annisa Talkha Hakim.Putusan ini Kembali menegaskan penerapan keadilan restoratif dalam perkara tindak pidana penipuan sesuai dengan PERMA Nomor 1 Tahun 2024 merupakan wujud transformasi penegakan hukum yang lebih berorientasi pada pemulihan dan keseimbangan daripada pembalasan semata. Keadilan restoratif memberikan ruang bagi korban untuk memperoleh keadilan secara langsung dan bagi pelaku untuk bertanggung jawab atas perbuatannya sehingga tercapainya kembali harmoni sosial. Pendekatan ini mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan rehabilitatif yang menjadi tujuan utama peradilan modern di Indonesia.

PN Muara Bungo Jambi Damaikan Kasus Penggelapan Sawit Melalui Keadilan Restoratif

article | Berita | 2025-10-16 12:05:36

Muara Bungo, Jambi - Pengadilan Negeri (PN) Muara Bungo,  kembali menorehkan capaian positif dalam penerapan pendekatan Keadilan Restoratif. Melalui proses mediasi yang difasilitasi oleh Majelis Hakim, perkara pidana Nomor 264/Pid.B/2025/PN Mrb antara Terdakwa Ridwan alias Wan bin Rustian dan pihak PT. Bungo Makmur Abadi (BMA) sebagai korban berhasil diselesaikan secara damai pada Rabu (15/10/2025).Kasus ini bermula dari dakwaan Penuntut Umum yang menjerat Ridwan atas dugaan penggelapan hasil brondolan buah kelapa sawit milik PT. BMA yang diangkutnya sebagai sopir. Ridwan diduga menjual sebagian hasil angkutan tersebut, yakni sekitar 850 kilogram brondolan sawit, sehingga menimbulkan kerugian sebesar Rp3,2 juta bagi perusahaan.Atas perbuatannya, Terdakwa didakwa melanggar Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan atau subsidair Pasal 372 KUHP tentang penggelapan biasa.Sidang perkara ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Dyah Devina Maya Ganindra dengan anggota Muhammad Faisal Abdi dan Monalisa setelah menilai bahwa perkara ini memenuhi kriteria penyelesaian melalui mekanisme Restorative Justice sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024, Majelis kemudian memfasilitasi proses perdamaian antara kedua pihak.“Pihak pertama dan pihak kedua melakukan perdamaian dalam keadaan sehat, tanpa tekanan dari pihak mana pun,” demikian bunyi salah satu klausul sebagaimana dikutip dari surat perdamaian.Dyah Devina dalam keterangan dipersidangan menyampaikan bahwa penyelesaian perkara melalui jalur Restorative Justice merupakan bentuk peradilan modern yang mengedepankan prinsip pemulihan dan rekonsiliasi sosial di atas semangat pembalasan. “Keadilan restoratif tidak menghapus pertanggungjawaban pelaku, tetapi menempatkan penyelesaian yang berkeadilan bagi semua pihak dengan mengedepankan pemulihan, bukan pembalasan,” ujarnya dihadapan para pihak.Adapun dalam pertimbangannya, majelis menilai kesepakatan damai ini memenuhi unsur itikad baik, tanggung jawab, serta pemulihan kerugian korban secara penuh. Oleh karena itu, perdamaian tersebut dijadikan pertimbangan utama dalam proses putusan.“Pendekatan ini tidak hanya mengurangi beban perkara, tetapi juga menghadirkan solusi hukum yang lebih manusiawi dan berkeadilan sosial”, ujar Faisal selaku hakim anggota saat dihubungi tim Dandapala.Dengan capaian ini PN Muara Bungo kembali menegaskan komitmennya untuk terus mendorong penerapan keadilan restoratif sebagai bagian dari  implementasi Perma Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Kestoratif. (Fadillah Usman/al/ldr)

PN Muara Bungo Damaikan Konflik Tetangga Lewat Keadilan Restoratif

article | Berita | 2025-10-16 10:40:47

Muara Bungo, Jambi – Pengadilan Negeri (PN) Muara Bungo kembali menunjukkan komitmennya dalam menerapkan pendekatan Restorative Justice (RJ) dalam perkara pidana pencurian. Kasus yang semula menimbulkan ketegangan di lingkungan warga kini berakhir damai setelah terdakwa dan korban yang ternyata bertetangga sepakat untuk menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan.Perkara ini melibatkan terdakwa Admirahman dan korban Hendri, warga Desa Perenti Luweh, Kecamatan Tanah Tumbuh, Kabupaten Bungo. Terdakwa diduga mengambil beberapa peralatan kebun milik korban berupa 1 unit mesin babat rumput, 1 unit mesin air, 1 unit mesin semprot, serta 1 jerigen cairan Rondap, dengan total kerugian sekitar Rp5,25 juta.Kasus ini teregister dengan Nomor 233/Pid.B/2025/PN Mrb, dan masih dalam tahap pemeriksaan di Pengadilan Negeri Muara Bungo. Namun, berkat upaya persuasif dari Majelis Hakim yang diketuai oleh Ria Galang Islamiati Suyitno, dengan anggota Romly Simanjuntak dan Monalisa, kedua pihak akhirnya sepakat berdamai melalui proses Restorative Justice (RJ) yang dilaksanakan di pada Rabu (15/10).Dalam suasana penuh keakraban, terdakwa Admirahman menyatakan penyesalan atas perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. Ia juga bersedia mengganti kerugian korban sebesar Rp4,8 juta secara sukarela. Korban Hendri pun dengan tulus menerima permintaan maaf tersebut, mengingat keduanya telah lama hidup bertetangga dan saling mengenal. “Saya sudah maafkan, karena kami ini tinggal berdekatan. Mudah-mudahan ini jadi pelajaran bagi kita semua,” ujar korban Hendri usai proses perdamaian.Majelis Hakim yang memfasilitasi proses RJ menyampaikan apresiasi terhadap itikad baik kedua pihak. Menurutnya, penerapan keadilan restoratif ini bukan hanya menyelesaikan perkara, tetapi juga memulihkan hubungan sosial di tengah masyarakat.“Restorative Justice adalah bentuk keadilan yang menyentuh hati. Ketika pelaku bertanggung jawab dan korban memaafkan, maka hukum telah berfungsi tidak sekadar menghukum, tapi juga memulihkan,” ungkap Ketua Majelis Hakim.Proses perdamaian ini disaksikan langsung oleh Jaksa Penuntut Umum, dan perwakilan keluarga kedua belah pihak. Hasil perdamaian antara kedua belah pihak kemudian dituangkan dalam kesepakatan perdamaian tertulis, yang ditandatangani langsung oleh terdakwa dan korban di hadapan Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum.PN Muara Bungo melalui penerapan RJ ini kembali menegaskan komitmennya dalam mendukung visi Mahkamah Agung RI untuk mewujudkan peradilan yang humanis, berkeadilan, dan berorientasi pada pemulihan, bukan semata-mata pemidanaan. IKAW/LDR

PN Manna Selesaikan Perkara Penganiayaan Berat Melalui Keadilan Restoratif

article | Berita | 2025-10-16 10:05:44

Manna, Jambi. Pengadilan Negeri (PN) Manna menjatuhkan putusan pidana penjara 1 (satu) tahun dan 10 (sepuluh) bulan kepada Terdakwa Adrian Gusmi Bin Syafriwan dalam Perkara Nomor 66/Pid.B/2025/PN Mna dengan pertimbangan meringankan berdasarkan keadilan restoratif terhadap ancaman maksimal 8 (delapan) tahun yang dikenakan sesuai Pasal 354 Ayat (1) KUHP.“1. Menyatakan Terdakwa Adrian Gusmi Bin Syafriwan tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan berat sebagaimana dalam dakwaan primair; 2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 10 (sepuluh) bulan”, kata Ketua Majelis Petra Jeanny Siahaan dalam sidang di Ruang Prof. Dr. M. Syarifudin, S.H., M.H., Gedung PN Manna, Jalan Affan Bachsin No.109, Ps. Baru, Kec. Kota Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, Rabu (15/10/2025).“Keributan yang terjadi di Pasar Ampera menjadi pemantik Terdakwa untuk berniat melukai Korban, dikarenakan sebelumnya Terdakwa telah menyimpan rasa sakit hati kepada Korban atas perbuatan Korban yang telah mengganggu keluarga Terdakwa saat berdagang”, ujar Petra Jeanny Siahaan yang didampingi Hakim Anggota Yosephine Mathilda Hutabarat dan Naufal Anfasa Firdaus.Dengan emosi dan rasa sakit hati yang telah dipendam Terdakwa kepada Korban, lalu Terdakwa pergi menghampiri Korban yang berada di Pasar Kamis Masat dengan membawa parang yang berukuran kurang lebih 30 (tiga puluh) centimeter. Setelah Terdakwa menemukan keberadaan Korban, Terdakwa memanggil Korban dari arah belakang bersamaan dengan melakukan penebasan ke arah wajah Korban sebelah kanan. Dari tebasan pertama, Terdakwa melakukan penebasan kembali dan menyebabkan jari kelingking pada tangan Korban terputus karena hendak melindungi diri. Selanjutnya Terdakwa melakukan penebasan yang mengenai bagian kepala belakang Korban ketika Korban hendak melarikan diri. “Dari kejadian perkelahian antara Terdakwa dengan Korban tersebut telah menyebabkan Korban terluka parah karena luka terbuka dan salah satu jari tangan putus. Atas kejadian itu Istri Korban melaporkan Terdakwa ke Polres Manna dan Terdakwa diamankan ketika hendak melarikan diri”, ucap Petra Jeanny Siahaan yang merupakan Wakil Ketua PN Manna.Sebelum perkara antara Terdakwa dan Korban di proses secara hukum, terdapat 2 (dua) kali upaya perdamaian namun tetap belum menghasilkan kesepakatan perdamaian.“Berdasarkan dakwaan Penuntut Umum yaitu dakwaan primair Pasal 354 Ayat (1) KUHP dengan ancaman maksimal pidana penjara 8 (delapan) tahun serta dakwaan subsidairnya adalah Pasal 351 Ayat (2) KUHP dengan ancaman maksimalnya pidana penjara 5 (lima) tahun, maka Majelis Hakim berpedoman kepada Pasal 6 Ayat (1) huruf c Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif akan menerapkan keadilan restoratif dalam perkara ini dengan menganjurkan Terdakwa dan Korban mengupayakan kembali perdamaian”, terang Petra.Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai perdamaian serta pelaksanaannya yang telah terjadi antara Terdakwa dan Korban tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana sebagaimana prinsip penerapan keadilan restoratif.“Dalam perkara a quo, Majelis Hakim menilai Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan penganiayaan berat sebagaimana dalam dakwaan primair”, tegas Petra Jeanny Siahaan selaku Ketua Hakim Ketua.Meskipun Terdakwa telah dinyatakan bersalah, namun Majelis Hakim menilai jika Terdakwa berhak atas keringanan hukuman sesuai Pasal 19 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.“Penyelesaian perkara pidana saat ini tidak lagi bersifat retributif/pembalasan, melainkan mengedepankan pemulihan keadaan menjadi lebih baik dengan perdamaian melalui keadilan restoratif”, jelas Petra yang sebelumnya pernah menjadi Hakim di PN Bangkinang. Atas putusan tersebut, Penuntut Umum dan Terdakwa secara bersamaan menerima.

Peacefull September! Dalam 1 Bulan, PN Teluk Kuantan Damaikan 8 Perkara Pidana

article | Berita | 2025-10-10 11:45:28

Kuantan Singingi (Kuansing) - Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan, Riau, selama bulan September 2025 telah berhasil mendamaikan Korban dan Pelaku dalam 8 perkara pidana yang berbeda. Kasus-kasus itu terdiri dari 7 perkara pencurian dan 1 perkara pembakaran rumah. Terhadap 7 perkara pencurian tersebut, sebanyak 6 perkara diselesaikan dengan hukum acara pemeriksaan cepat, karena termasuk tindak pidana ringan dengan nilai kerugian dibawah Rp2,5 juta. Perkara ini dipimpin oleh Hakim Tunggal, dengan rincian nama Riri Lastiar Situmorang dan Aulia Rifqi Hidayat masing-masing berhasil mendamaikan 2 perkara, serta M. Adli Hakim H dan Diana Widyawati yang masing-masing berhasil mendamaikan 1 perkara. Untuk 1 perkara pencurian lainnya diselesaikan dengan hukum acara pemeriksaan biasa, dipimpin oleh Widya Helniha sebagai Ketua Majelis, dengan anggota Riri Lastiar Situmorang dan Aulia Rifqi Hidayat. Sementara terhadap 1 perkara pembakaran rumah, dipimpin oleh Subiar Teguh Wijaya sebagai Ketua Majelis yang juga merupakan Ketua PN Teluk Kuantan, dengan anggota Riri Lastiar Situmorang dan Firman Novianto.“Tidak semua kejahatan, murni bermula dari niat jahat sang Pelaku. Ada cerita yang sering tak terdengar-tentang himpitan ekonomi, keterbatasan pilihan, atau sekedar mengikuti kehendak intrusif karena melihat adanya kesempatan. Dan begitu kejahatan terjadi, maka akan muncul Korban sebagai pihak yang terluka. Ada yang terancam keselamatannya, kehilangan harta benda, atau tercoreng nama baik yang telah dijaga” Tegas Aulia Rifqi Hidayat, salah satu majelis hakim.Keadilan Restoratif hadir untuk menjawab itu semua. Bagaimana melihat peristiwa pidana bukan semata rangkaian tindakan dari Pelaku, tetapi juga mempertimbangkan konteks dan latar belakang yang mewujudkan perbuatan itu terjadi. Namun perlu diingat, perdamaian dalam perkara pidana tidak menghentikan proses penegakan hukum. Jika seluruh unsur pasal yang didakwakan telah terbukti, maka Terdakwa akan tetap dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman. Pada akhirnya, perdamaian tersebut akan dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan, untuk dapat menjatuhkan pidana yang minimal atau pidana bersyarat berupa percobaan. (Bintoro Wisnu Prasojo/al/ldr)

Jelang Mutasi, Ketua PN Buol Tinggalkan Warisan Keberhasilan RJ

article | Berita | 2025-10-10 09:20:14

Buol, Sulawesi Tengah - Menjelang mutasi ke Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Buol, Arief Winarso, meninggalkan capaian bermakna dalam penerapan restorative justice (RJ). Dua perkara pidana yang diselesaikan pada Agustus–September 2025 menjadi bukti nyata komitmen PN Buol dalam mewujudkan keadilan yang memulihkan, bukan sekadar menghukum.Perkara pertama dengan Nomor 43/Pid.Sus/2025/PN Bul, perkara ini merupakan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kasus bermula dari pertengkaran rumah tangga yang dipicu kecemburuan hingga berujung kekerasan fisik terhadap istri. Dalam persidangan, Majelis Hakim yang diketuai oleh Arief Winarso tidak hanya fokus pada pembuktian unsur pidana, tetapi juga membuka ruang dialog antara suami dan istri. Mekanisme pendekatan keadilan restoratif berjalan konstruktif hingga membuahkan hasil positif pada Senin (25/8). Terdakwa mengakui perbuatannya dan berjanji memperbaiki diri, sementara korban memaafkan demi kelangsungan rumah tangga. Sehingga pada Selasa (2/9), Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara tiga bulan sebagai bentuk pembinaan moral dan pemulihan keluargaSelanjutnya perkara kedua tercatat dengan Nomor 40/Pid.B/2025/PN Bul, menyangkut tindak pidana penggelapan sepeda motor milik saudara kandung. Kasus ini diperiksa oleh Majelis Hakim yang diketuai Rudolf Raja Sitorus. Majelis kembali berhasil melakukan mekanisme RJ pada Jumat (21/9). Dalam kesepakatan damai yang dibuat di hadapan Majelis Hakim, terdakwa menyesali perbuatannya dan korban memaafkan dengan catatan bahwa jika kesepakatan dilanggar, proses hukum tetap berlanjut. Majelis Hakim kemudian mempertimbangkan perjanjian damai tersebut dalam putusan yang dibacakan pada Rabu (3/9) dan menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama enam bulan dengan perintah barang bukti dikembalikan kepada korban.Kedua perkara tersebut menunjukkan bahwa hukum dapat ditegakkan tanpa kehilangan sisi kemanusiaan. Sejalan dengan prinsipp dasar dari Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Berdasarkan Keadilan Restoratif yang menegaskan bahwa pemidanaan harus mengedepankan pemulihan hubungan, bukan pembalasan. Pelaku tidak semata dipandang sebagai pesakitan, melainkan sebagai manusia yang masih memiliki peluang untuk berubah dan memperbaiki diri.Ketua PN Buol, Arief Winarso, tidak hanya memimpin persidangan tetapi juga membimbing para hakim muda untuk menyeimbangkan logika hukum dengan nurani keadilan. Melalui teladan dan pembinaan berkelanjutan, Arief menanamkan pandangan bahwa keadilan sejati bukan hanya tertulis dalam amar putusan, tetapi harus dirasakan oleh masyarakat yang berdamai.Komitmen itu menular kepada seluruh hakim dan aparatur PN Buol. Mereka bertekad menjadikan pengadilan bukan sekadar tempat administrasi perkara, tetapi rumah keadilan yang hangat dan humanis.Kini, ketika Arief Winarso bersiap melanjutkan pengabdian di PN Sleman, ia meninggalkan warisan moral yang kuat bahwa restorative justice bukan sekedar metode penyelesaian perkara, melainkan cara pandang hidup yang memuliakan manusia di hadapan hukum. Dalam penutupan sidang terakhirnya, Arief berpesan “Hukum yang humanis bukan berarti lunak, tetapi kuat karena bersumber dari kasih dan keadilan,” tegasnya. IKAW/LDR

PN Banda Aceh Hadirkan Wajah Peradilan Humanis Lewat Penerapan RJ

article | Berita | 2025-10-09 16:15:38

Banda Aceh – Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh kembali berhasil menerapkan Restorative Justice (RJ) dalam upaya mewujudkan peradilan yang humanis, berkeadilan sosial, dan berpihak pada pemulihan. Melalui penerapan Restorative Justice (RJ) pada dua perkara pidana, lembaga peradilan ini menunjukkan komitmennya dalam menghadirkan keadilan yang menyejukkan dan bermartabat bagi para pencari keadilan.Dua perkara dimaksud yakni perkara lalu lintas Nomor 124/Pid.Sus/2025/PN Bna dan perkara penipuan Nomor 98/Pid.B/2025/PN Bna, keduanya ditangani oleh Majelis Hakim di bawah pimpinan Hakim Ketua Zulkarnain, dengan didampingi oleh Hakim Anggota Said Hasan dan M Yusuf.Dalam perkara Nomor 124/Pid.Sus/2025/PN Bna, Majelis Hakim menghukum Terdakwa selama 1 bulan penjara."Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena Terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 2 (dua) bulan berakhir," lanjut Majelis Hakim dalam putusannya.Sementara dalam perkara penipuan Nomor 98/Pid.B/2025/PN Bna Majelis Hakim menghukum Terdakwa selama 5 bulan penjara."Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena Terpidana melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan selama 7 (tujuh) bulan berakhir," tegas Majelis Hakim dalam putusannyaDalam proses persidangan, Majelis Hakim secara aktif membuka ruang dialog dan mendorong musyawarah antara Terdakwa dan Korban. Melalui pendekatan yang penuh empati dan suasana persidangan yang kondusif, kedua pihak akhirnya mencapai kesepakatan perdamaian secara sukarela tanpa tekanan dari pihak mana pun.Penerapan RJ ini menjadi implementasi nyata Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pelaksanaan RJ di Pengadilan. Aturan tersebut menegaskan bahwa penyelesaian perkara pidana tidak hanya berorientasi pada pemidanaan, tetapi juga pada pemulihan hubungan sosial dan keseimbangan keadilan.Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam berita acara sidang dan menjadi bagian dari putusan pengadilan, menandai penyelesaian perkara secara damai, bermartabat, dan menenteramkan.Dalam keterangannya, Hakim Ketua Zulkarnain, S.H., M.H. menyampaikan bahwa Restorative Justice bukan sekadar mekanisme hukum, melainkan manifestasi nilai keadilan substantif yang berpihak pada kemanusiaan.“Restorative Justice bukan hanya soal menyelesaikan perkara, tetapi tentang bagaimana kita memulihkan hubungan, menumbuhkan kesadaran, dan menghadirkan keadilan yang menyejukkan hati,” ujar Zulkarnain yang duduk sebagai Hakim Ketua dalam pertimbangan putusannya.Penerapan pendekatan ini sejalan dengan arah kebijakan Mahkamah Agung yang menegaskan pentingnya paradigma baru dalam pemidanaan dari penghukuman menuju pemulihan.Melalui keberhasilan dua perkara tersebut, Pengadilan Negeri Banda Aceh menegaskan perannya sebagai pelopor peradilan modern yang berwawasan kemanusiaan, serta terus berupaya menghadirkan keadilan yang dekat dengan nilai-nilai sosial dan kearifan lokal masyarakat Aceh.Langkah progresif ini menjadi bukti bahwa peradilan tidak semata-mata tentang vonis, tetapi tentang mengembalikan harmoni, menumbuhkan rasa adil, dan memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. (ldr)

Brakkk! Lakalantas Berujung RJ, Vonis 8 Bulan di PN Tanjung Kalsel

article | Berita | 2025-10-03 15:25:41

Tanjung – Pengadilan Negeri (PN) Tanjung, Kalimantan Selatan (Kalsel) menjatuhkan vonis terhadap Terdakwa KN dengan pidana penjara selama 8 bulan dalam kasus tindak pidana lalu lintas. Putusan ini diputus berdasarkan prinsip keadilan restoratif.“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena kelalaiannya mengemudikan kendaraan bermotor mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia sebagaimana dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan” ucap Ketua Majelis Hakim Ziyad sidang pembacaan putusan di ruang sidang PN Tanjung.Putusan ini diketok oleh Ketua Majelis Hakim yang diketuai oleh Ziyad, dengan para Hakim Anggota Rofik Budiantoro dan Maria Faustina Beata pada Kamis (2/10).Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana yang karena kelalaiannya mengemudikan kendaraan bermotor mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia sebagaimana Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan angkutan jalanKasus tersebut bermula ketika Terdakwa yang merupakan karyawan PT.BMC yang mengemudikan Bus merk Mitsubishi dengan kecepatan kurang lebih 78-80 km/jam dan Terdakwa sempat mengalihkan pandangan Terdakwa tertuju ke handphone yang berada di dasboard karena ada notifikasi Whatsapp berbunyi kemudian membuka layar kunci handphone lalu tidak lama ada lubang di jalan sehingga Terdakwa membanting setir  ke sebelah kiri jalan dari arah Tanjung menuju Balangan yang mana ban sebelah kiri jatuh ke bahu jalan selanjutnya saat akan membanting setir ke sebelah kanan Terdakwa tidak mengetahui ada Korban ZK dan Anak Korban MW yang telah keluar dari warung, Terdakwa hilang kendali sehingga menabrak Para Korban, kemudian setelah kendaraan sudah berhenti Terdakwa langsung turun untuk memeriksa mendatangi Para Korban yang terjatuh di aspal dan bahu jalan. Atas kejadian tersebut ZK dan MW yang merupakan ayah dan anak meninggal dunia.Dalam persidangan diketahui, setelah terjadi peristiwa kecelakaan tersebut, pimpinan perusahaan tempat Terdakwa bekerja meminta maaf atas perbuatan Terdakwa, dan menyampaikan bela sungkawa terhadap keluarga Para Korban. Yang mana dalam persidangan diketahui keluarga para korban telah memaafkan perbuatan Terdakwa dan telah dibuat surat perdamaian yang pada intinya (PT. BMC) mewakili Tedakwa melakukan permintaan maaf dan memberikan santunan kepada Keluarga Para Korban yang diwakili Saksi MH sekaligus juga menawari pekerjaan dengan mengikuti kursus selama 2 (dua) bulan kepada Saksi MH yang merupakan istri dan ibu dari para korban.Dalam pertimbangannya Majelis Hakim mencermati itikad baik dari Pimpinan Perusahaan tempat Terdakwa bekerja kepada Korban yang dituangkan dalam surat perdamaian dan menilai kesepakatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan, atau melanggar hak asasi manusia, atau merugikan pihak ketiga (vide Pasal 18 PERMA 1/2024), maka perdamaian yang telah dilaksanakan dan tercapai tersebut memiliki nilai tinggi yang harus diakui sebagai bentuk pertanggungjawaban dan penyelesaian perkara ini secara kekeluargaan serta sebagai bentuk pemulihan hubungan Terdakwa dengan Keluarga Para Korban melalui Saksi MH sehingga telah terjadi pemulihan kembali pada keadaan semula (keadilan restoratif) dalam perkara ini.Lebih lanjut Majelis Hakim berpesan ketika Terdakwa telah selesai menjalani pidananya diharapkan Terdakwa menjadi pribadi yang lebih baik lagi untuk keluarganya dan atau masyarakat sekitar. IKAW/LDR

Damaikan Terdakwa dan Korban, PN Kuala Kapuas Vonis Pencuri 5 Bulan Bui

article | Berita | 2025-10-03 15:15:44

Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kuala Kapuas menjatuhkan vonis 5 bulan penjara terhadap terdakwa A bin S dalam perkara pencurian barang rumah tangga di Kelurahan Selat Hulu, Kabupaten Kapuas. Putusan ini dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum pada Selasa (30/9) oleh Hakim Ketua Pebrina Permata Sari didampingi Nina Amelia Novita Sari dan Sahala David Domein selaku hakim anggota.Perkara dengan nomor register 125/Pid.B/2025/PN Klk ini bermula dari aksi terdakwa berusaha masuk ke rumah milik pasangan C K dan S di Gang I Tajuddin pada Rabu (18/6). Saat rumah dalam keadaan kosong, terdakwa mencongkel kunci gembok menggunakan pisau dapur miliknya hingga lepas, lalu membuka pintu dan mengambil sejumlah barang di dalam rumah tersebut, antara lain televisi LG 50 inci, magic com, kipas angin, tabung gas LPG 3 kg, kompor gas, tas perempuan, serta jerigen berisi lima liter BBM jenis pertalite. Terdakwa membawa barang-barang itu sendiri ke rumahnya dengan berjalan kaki secara bolak-balik selama satu jam. Keesokan harinya, terdakwa menjual lima liter bahan bakar tersebut ke sebuah warung dengan harga Rp50 ribu dan menggunakan uangnya untuk membeli rokok. Namun, pada Jumat (20/6), terdakwa berhasil diamankan bersama barang bukti oleh pihak kepolisian.Dalam persidangan, terdakwa mengakui bahwa ia mencuri untuk membayar utang dan tagihan barak yang sudah dua bulan menunggak. Seluruh barang curian akhirnya berhasil ditemukan, kecuali BBM yang telah dijual.Majelis Hakim PN Kuala Kapuas mengupayakan penyelesaian perkara melalui pendekatan Restorative Justice (RJ) dalam persidangan. Di hadapan majelis, korban menyatakan telah memaafkan terdakwa dan menerima penggantian kerugian yang telah dilakukan oleh kakak terdakwa berupa penggantian 5 liter Pertalite. Kesepakatan perdamaian tersebut dituangkan dalam surat kesepakatan di persidangan.Majelis menilai bahwa penyelesaian perkara ini sejalan dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, yang menekankan pentingnya pemulihan keadaan dan pemenuhan hak-hak korban.“Keberhasilan keadilan restoratif tidak diukur dari beratnya pidana yang dijatuhkan, melainkan dari sejauh mana kerugian korban dapat dipulihkan dan hubungan sosial dapat diperbaiki,” ujar Pebrina Permata Sari.Majelis juga menilai bahwa pelaku telah menunjukkan penyesalan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Hal ini menjadi bagian penting dalam proses restorasi sosial yang diharapkan dapat memulihkan kepercayaan dan keseimbangan antara pelaku dan korban.“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan sebagaimana dalam dakwaan primair, dan menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 5 bulan,” ucap Hakim Ketua saat membacakan amar putusan. PN Kuala Kapuas terus berupaya menghadirkan putusan yang tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga menjunjung nilai kemanfaatan dan keadilan bagi semua pihak yang berperkara. IKAW/LDR

PN Pasaman Barat Vonis Percobaan Pelaku Penggelapan Motor, Ini Pertimbangannya!

article | Berita | 2025-10-03 14:55:33

Pasaman Barat – Pengadilan Negeri (PN) Pasaman Barat, Sumatera Barat, kembali menunjukkan komitmennya dalam mengedepankan keadilan restoratif. Kali ini, perkara pidana penggelapan sepeda motor yang tercatat dalam register Nomor 174/Pid.B/2025/PN Psb diputus dengan pidana percobaan, setelah Majelis Hakim mempertimbangkan kesepakatan perdamaian antara terdakwa dan korban.“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana penggelapan, menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 5 bulan dengan masa percobaan 6 bulan”, ucap Majelis Hakim yang diketuai Dhiyaur Rifki, dengan hakim anggota Haru Manviska dan Adek Puspita Dewi, dalam sidang terbuka pada Senin (29/9/2025).Perkara ini bermula ketika terdakwa meminjam sepeda motor milik korban, kemudian menggadaikannya kepada pihak lain tanpa izin, dengan mengakuinya sebagai milik pribadi. Di dalam persidangan, Majelis Hakim merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024 dan mempertimbangkan adanya kesepakatan perdamaian yang dicapai secara sukarela. “Perdamaian itu mencakup penggantian kerugian, pemenuhan hak-hak korban, dan komitmen kedua belah pihak untuk menjaga hubungan baik, saling menghormati, serta menyelesaikan masalah di kemudian hari secara musyawarah”, jelas Majelis Hakim.Atas putusan ini, terdakwa menyatakan menerima, sementara Jaksa Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir.Putusan ini menunjukkan penerapan keadilan yang lebih humanis, mengutamakan pemulihan dan harmoni sosial. PN Pasaman Barat menegaskan bahwa penyelesaian perkara melalui restorative justice bukan sekadar menghindari pidana penjara, tetapi juga bentuk pemulihan moral dan sosial bagi terdakwa maupun masyarakat. (al/ldr)

PN Wamena Terapkan Restorative Justice dalam Kasus Pencurian Motor

article | Berita | 2025-10-02 11:50:45

Wamena – Pengadilan Negeri (PN) Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan telah menjatuhkan putusan dengan mempertimbangkan nilai keadilan restoratif (restorative justice) dalam perkara pidana pencurian motor.“Menyatakan Para Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan, menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa AE selama 5 (lima) bulan dan pidana penjara kepada Terdakwa OH selama 6 (enam) bulan”, ucap Ketua Majelis Hakim Syahrial Yahya Budi Harto yang didampingi oleh Dean Cakra Buana Ginting dan Gerry Geovant Supranata Kaban, serta dibantu oleh Andi Nuruk sebagai Panitera Pengganti, Selasa 30/9/2025.Peristiwa ini bermula ketika Para Terdakwa melintas di Jalan Hom-hom, Wamena, tepatnya di depan Kantor Bina Marga Wamena. Mereka melihat sepeda motor korban terparkir di pinggir jalan. Atas ajakan Terdakwa OH, mereka memutuskan untuk mengambil motor tersebut.Terdakwa OH bertindak sebagai eksekutor pencurian dengan mendekati motor, merusak kabel dan soket, menusuk soket dengan peniti untuk membuat konslet, hingga motor berhasil menyala. Sementara itu, Terdakwa AE berperan mengawasi keadaan sekitar. Setelah motor berhasil dicuri, Para Terdakwa membawanya dan menyimpannya di rumah teman AE.Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai terdapat iktikad baik dari Para Terdakwa dengan mengganti kerugian yang diderita korban sesuai dengan kemampuan dan keadaan ekonomi mereka, di mana Terdakwa AE memberikan ganti rugi sebesar Rp3juta dan Terdakwa OH memberikan ganti rugi sebesar Rp2.5 juta kepada korban.Majelis Hakim mempertimbangkan keadaan yang memberatkan bagi Para Terdakwa yaitu perbuatannya tidak sesuai dengan norma dan etika yang hidup dalam masyarakat, telah menimbulkan kerugian bagi korban, serta Terdakwa OH sudah pernah dihukum.Sedangkan Para Terdakwa yang mengakui terus terang kesalahannya, melaksanakan isi kesepakatan perdamaian dengan korban, serta Terdakwa AE yang belum pernah dihukum menjadi keadaan yang meringankan.Atas putusan tersebut, Para Terdakwa menyatakan menerima, sementara Penuntut Umum menyatakan ingin mempelajari putusan sebelum mengambil sikap.

Tempuh 12 Jam Via Darat & Laut, PN Pasarwajo Gelar Sidang Keliling

article | Berita | 2025-10-02 11:40:06

Buton, Sultra – Pengadilan Negeri (PN) Pasarwajo, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, kembali menunjukkan komitmennya dalam memberikan akses keadilan di wilayah terpencil melalui program sidang keliling. Pimpinan dan Para Hakim PN Pasarwajo yang terdiri dari Ivan Budi Hartanto, Indra Kurnia Sinulingga, Ahmad Suhail, dan Anugrah Prima menyidangkan 7 perkara pidana dan 4 perkara perdata dalam program sidang keliling tersebut. Adapun tempat penyelenggaraan sidang keliling kali ini di Mall Pelayanan Publik (MPP) Kabupaten Bombana sejak tanggal 29 September 2025 hingga 1 Oktober 2025.Meskipun Tim PN Pasarwajo harus menempuh perjalanan 12 jam untuk mencapai lokasi sidang keliling. Namun hal itu tidak memadamkan semangat PN Pasarwajo untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.Ketua PN Pasarwajo Ivan Budi Hartanto menceritakan bagaimana tantangan untuk menaklukan medan dalam perjalanan sidang keliling tersebut. Ia dan rombongan harus memulai perjalanan dari Pasarwajo menggunakan jalur darat selama sekitar 1 jam untuk menuju Pelabuhan Baubau. Setibanya di pelabuhan, Tim Sidang Keliling PN Pasarwajo bergegas menggunakan kapal laut selama 6 jam untuk menuju Kabupaten Bombana. Seusai kapal mencapai daratan, Tim kembali menggunakan jalur darat, merental mobil dengan waktu tempuh selama 5 jam hingga tiba di lokasi sidang keliling. “Tim harus melewati medan jalan yang berkelok-kelok, naik-turun, dan kerap licin akibat kondisi cuaca,” ucap Ketua PN Pasarwajo Ivan Budi Hartanto.“Namun, ini adalah bentuk komitmen Kami untuk memastikan bahwa keadilan tidak hanya hadir di kota besar, tapi juga sampai ke pelosok negeri,” tambah Ketua PN Pasarwajo Ivan Budi Hartanto.Diketahui, PN Pasarwajo memiliki wilayah hukum mencakup 4 kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. Diantaranya Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Buton Selatan, dan Kabupaten Bombana. Dengan begitu luasnya wilayah hukum dan kondisi geografis yang dikelilingi pegunungan dan lautan, telah memberikan tantangan tersendiri bagi PN Pasirwajo dalam memberikan kemudahan akses keadilan bagi pencari keadilan.Sidang keliling ini bertujuan untuk mempercepat proses penyelesaian perkara bagi para pencari keadilan. Di samping itu juga bertujuan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat di daerah terpencil yang terkendala biaya, waktu, dan transportasi apabila mengharuskan hadir persidangan di Gedung PN Pasarwajo.“Kami ingin memastikan bahwa setiap warga negara, tanpa terkecuali, memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan hukum yang adil dan cepat,” tambah Ivan Budi Hartanto.Ia menerangkan program sidang keliling PN Pasarwajo menjadi contoh nyata institusi peradilan dalam menaklukan tantangan geografis demi menegakkan keadilan. Meskipun harus menghadapi keterbatasan infrastruktur dan SDM, semangat “mendekatkan pengadilan kepada rakyat” terus diwujudkan dengan penuh dedikasi. (zm/ldr)

Gagal Curi Berujung Aniaya, PN Sekayu Berhasil Damaikan Para Pihak Lewat RJ

article | Sidang | 2025-10-02 09:45:49

Sekayu, Sumatera Selatan – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sekayu menjatuhkan vonis 10 bulan penjara terhadap terdakwa A Bin H dalam perkara penganiayaan yang terjadi di kawasan pelabuhan PT Baturona, Kabupaten Musi Banyuasin. Putusan dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum pada Senin (29/9) oleh Ketua Majelis Hakim Nofita Dwi Wahyuni, didampingi hakim anggota Yuri Stiadi dan Lailatus Sofa Nihaayah.Perkara dengan nomor register 294/Pid.B/2025/PN Sky ini bermula ketika terdakwa memukul korban D P secara berulang hingga mengenai wajah dan tubuhnya pada Senin (26/5). Berdasarkan fakta persidangan, aksi pemukulan dilakukan karena terdakwa emosi setelah rencananya mencuri besi milik PT Baturona digagalkan oleh korban yang merupakan petugas patroli.Sebelumnya, terdakwa sempat berniat mengambil besi plat milik perusahaan, namun gagal lantaran korban datang ke lokasi. Beberapa jam kemudian, terdakwa mencari korban hingga akhirnya berhasil menemukannya dan langsung memukul korban. Akibat perbuatan tersebut, korban mengalami luka robek pada pipi kanan sebagaimana hasil visum tanggal 27 Mei 2025.Dalam persidangan, Majelis Hakim mengupayakan pemulihan keadaan antara terdakwa dan korban melalui pendekatan Restorative Justice (RJ). “Mari kita selesaikan perkara ini dengan hati, karena tidak ada putusan yang lebih adil dari kedamaian yang lahir dari keikhlasan,” tegas Nofita Dwi Wahyuni.Ternyata, keduanya telah sepakat untuk saling memaafkan sebagaimana dalam Surat Perjanjian Damai sebelum perkara ini dilimpahkan ke pengadilan. Kemudian Majelis Hakim kembali menegaskan kesepakatan tersebut. Lalu korban juga menyampaikan dalam persidangan agar terdakwa dijatuhi pidana seringan-ringannya.Majelis menilai bahwa meskipun perbuatan terdakwa memenuhi unsur Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, namun pendekatan keadilan restoratif perlu dijadikan dasar dalam menjatuhkan pidana.“Pemidanaan tidak hanya dirasakan oleh pelaku, tetapi juga berdampak pada keluarganya. Karena itu, dengan adanya kesepakatan damai yang sanggup dilaksanakan oleh para pihak dan tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan, tidak melanggar hak asasi manusia atau merugikan pihak, serta tanpa ada kesesatan, paksaan atau penipuan dari salah satu pihak, maka sudah sepatutnya Majelis Hakim mempertimbangkannya dalam menjatuhkan,” ujar Hakim Ketua Nofita Dwi Wahyuni saat membacakan putusan.Dalam putusannya, Majelis mempertimbangkan keadaan yang memberatkan, yaitu terdakwa pernah dijatuhi pidana dalam perkara KDRT dan perbuatannya meresahkan masyarakat. Sebaliknya keadaan yang meringankan karena terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya, bersikap kooperatif, serta telah berdamai dengan korban.“Menyatakan terdakwa tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana dalam dakwaan tunggal, menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan,” ucap Hakim Ketua saat membacakan amar putusan. Momentum ini menunjukkan tekad PN Sekayu untuk terus mengedepankan pendekatan keadilan restoratif, khususnya dalam perkara yang masih memungkinkan pemulihan hubungan sosial antara pelaku dan korban. IKAW/LDR

Biayai Pengobatan Korban, PN Banyumas Terapkan RJ Dalam Kasus Penganiayaan

article | Berita | 2025-09-26 17:20:47

Banyumas, Jawa Tengah - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Banyumas telah menjatuhkan putusan dengan pendekatan keadilan restoratif pada perkara Yanuar Fahdi Ramdhan. Majelis Hakim membacakan Putusan perkara tersebut dalam persidangan terbuka untuk umum pada Kamis (25/09/25).“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 bulan. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” ucap Ketua Majelis Inggrid Holonita Dosi didampingi Para Hakim Anggota Dwi Satya Nugroho Aji dan Bilden.Peristiwa ini bermula ketika Terdakwa mendatangi sebuah kos milik Nur Khasanah. Saat itu Qolbi Nurron dan Novvendy Soleh Purnomo berada ditempat kejadian. Kemudian terjadi percecokan hingga Terdakwa memukul muka Qolbi Nurron dengan tangan dan menggunakan sebuah gelas sampai gelas tersebut pecah. Tidak berhenti disitu, dengan menggunakan pecahan gelas Terdakwa menyayat muka Qolbi Nurron hingga menyebabkan luka robek didekat mata. Kemudian, Terdakwa juga telah memukulkan botol bekas minuman keras ke kepala Novvendy Soleh Purnomo.“Walaupun Terdakwa pernah dijatuhi pidana pada tahun 2015 dan 2019 namun setelah Majelis Hakim mencermati Terdakwa tidak melakukan pengulangan tindak pidana sejenis dalam kurun waktu 3 tahun sejak Terdakwa selesai menjalani putusan, maka Majelis Hakim menerapkan keadilan restoratif dalam perkara a quo”, tambah Majelis Hakim.Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai keadaan Para Korban dengan Terdakwa telah pulih, Para Terdakwa telah memberikan biaya pengobatan masing-masing 700 ribu untuk para korban.Majelis Hakim menegaskan mengenai keadaan meringankan dan memberatkan Terdakwa. “Keadaan memberatkan, Terdakwa meresahkan Masyarakat dan pernah dihukum, keadaan meringankan para korban telah memaafkan Terdakwa serta telah terjadi perdamaian dengan pergantian biaya pengobatan,” tegas Ketua Majelis Inggrid Holonita Dosi saat membacakan putusan.Atas putusan tersebut, baik Terdakwa maupun Penuntut Umum menyatakan menerima.(zm/ldr)

Lagi! PN Kayu Agung Terapkan Restorative Justice di Kasus Pencurian

article | Berita | 2025-09-25 11:30:25

Kayu Agung - Pengadilan Negeri (PN) Kayu Agung, Sumatera Selatan (Sumsel) kembali berhasil menerapkan Restorative Justice (RJ) dalam perkara pencurian. Majelis Hakim yang terdiri dari Iqbal Lazuardi, S.H., selaku Hakim Ketua,  Eka Aditya Darmawan,S.H., dan Kurnia Ramadhan,S.H., masing masing selaku Hakim Anggota,  menjatuhkan pidana penjara selama 1 Tahun, kepada Terdakwa Muhamad Ari (30) pada hari Rabu (24/10/2025).Kasus ini bermula saat Wargo (69) kehilangan sepeda motor Honda Genio miliknya di halaman Masjid Baiturrahman Pasar 2 Kayu Agung, Kelurahan Cintaraja, Kecamatan Kayuagung, saat menunaikan salat Isya. Pelaku, Muhamad Ari (30), akhirnya ditangkap dan dihadapkan ke persidangan di Pengadilan Negeri Kayu Agung dengan nomor perkara 338/Pid.B/2025/PN Kag.Sisi penting dari perkara ini adalah tercapainya kesepakatan restorative justice yang lebih awal pada 26 Agustus 2025. “Kesepakatan itu dituangkan dalam Berita Acara Penyelesaian Perkara yang ditandatangani oleh terdakwa dan korban, serta diketahui jaksa penuntut umum dan majelis hakim. Dalam kesepahaman tersebut, para pihak setuju untuk menempuh jalan pemulihan yang mengutamakan perdamaian, tanggung jawab pelaku, dan pemulihan kerugian korban” Tegas ketua majelis, Iqbal Lazuardi, S.H.Dalam amar pertimbangannya majelis hakim menegaskan “bahwa penerapan restorative justice merupakan bagian penting dari reformasi hukum pidana., peradilan tidak lagi hanya berorientasi pada pemidanaan, melainkan juga harus memberi ruang pemulihan sosial dan moral. Kendati demikian, kesepakatan damai tersebut tidak menghapus kewajiban pidana terdakwa, melainkan hanya dijadikan pertimbangan yang meringankan”.Putusan ini kembali menegaskan peran peradilan yang tidak semata hadir untuk menghukum, tetapi juga untuk merawat nilai kemanusiaan dan keadilan melalui mekanisme pemulihan. Atas putusan tersebut Terdakwa dan Penuntut Umum menerima putusan tersebut. (Humas PN Kayuagunga/Bintoro Wisnu Prasojo/al/ldr)

Korban dan Terdakwa Berdamai, Majelis Hakim PN Pasarwajo Fasilitasi RJ

article | Berita | 2025-09-19 20:00:56

Pasarwajo – Pengadilan Negeri (PN) Pasarwajo menjatuhkan pidana bersyarat terhadap Ramadan alias Madan bin Madani dalam perkara penganiayaan yang menyebabkan La Ode Yasmin mengalami luka-luka. Putusan ini diambil setelah majelis hakim memfasilitasi perdamaian antara terdakwa dengan saksi korban.Dalam perkara tersebut bertindak sebagai Majelis hakim, yaitu Anugrah Prima Utama sebagai ketua serta Ivan Prana Putra dan Ahmad Suhail  sebagai anggota.Dalam fakta hukum di putusan kasus bermula pada Senin (14/4/2025) dini hari di Desa Ambuau Togo, Kabupaten Buton, saat berlangsung sebuah acara hiburan. “Keributan terjadi antara Ramadan dengan seorang warga, dan ketika La Ode Yasmin mencoba melerai, ia justru terkena sabetan senjata tajam yang diayunkan terdakwa hingga mengalami luka-luka”, ungkap Majelis Hakim.Jaksa Penuntut Umum mendakwa Ramadan dengan dakwaan subsidair, yakni Pasal 351 ayat (2) KUHP tentang penganiayaan, subsidair Pasal 351 ayat (1) KUHP. Dalam tuntutannya, Ramadan diminta dijatuhi pidana penjara 9 bulan dengan barang bukti dimusnahkan.“Pada 4 September 2025, Ramadan dan korban menandatangani kesepakatan perdamaian yang berisi permohonan maaf, penyesalan terdakwa, serta penyerahan sejumlah uang sebagai kompensasi biaya pengobatan korban”, terang Majelis Hakim dalam pertimbangannya.Majelis hakim dalam putusan menjelaskan bahwa hal ini sejalan dengan mekanisme keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Mekanisme tersebut bukan sekadar menghapus pidana, melainkan memberi ruang pemulihan bagi korban dan perbaikan diri bagi terdakwa.Menurut pertimbangan Majelis Hakim dalam persidangan, Ramadan mengakui perbuatannya, menyesali tindakannya dan berjanji tidak akan mengulanginya.“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu, dengan pidana penjara selama 6 (enam) Bulan dan Menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalani oleh Terdakwa, kecuali apabila dikemudian hari dengan suatu putusan hakim ditentukan lain atas dasar terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum berakhirnya masa percobaan selama 1 (satu) tahun” demikian bunyi amar putusan. (Muhammad Nurulloh Jarmoko/al)

PN Namlea Maluku Berhasil Terapkan RJ dalam Kasus KDRT

article | Berita | 2025-09-19 14:40:15

Namlea – Pengadilan Negeri (PN) Namlea kembali mencatat capaian penting dalam penegakan hukum berbasis keadilan restoratif. Dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), majelis hakim berhasil memfasilitasi perdamaian antara Terdakwa dengan istrinya yang menjadi korban.Putusan tersebut dibacakan dalam sidang terbuka di Ruang Sidang Pidana PN Namlea pada Rabu (17/9). Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ghesa Agnanto Hutomo, dengan anggota Angga Pratama dan Arin Purna Sanjaya, Majelis hakim menegaskan bahwa restorative justice tidak hanya berorientasi pada penghukuman, tetapi juga pada pemulihan hubungan keluarga yang terganggu.Kasus ini bermula pada Kamis, 29 Mei 2025, pukul 18.30 WIT. Saat itu terdakwa mengonsumsi minuman keras jenis sopi bersama teman-temannya. Usai bubar pukul 23.00 WIT, terdakwa pulang ke rumah dan langsung menuju kamar. Di dalam kamar, ia mendapati istrinya, sedang bermain ponsel sementara anak mereka tidur di lantai tanpa mengenakan pakaian. Hal tersebut memicu emosi terdakwa yang kemudian mengumpat dan memukul korban berulang kali mengenai kepala belakang dan paha.Korban sempat meminta pertolongan tetangga, namun akhirnya melapor sendiri ke kantor polisi. Hasil visum dari RSUD Kabupaten Buru menunjukkan adanya pembengkakan di kepala belakang serta luka memar pada paha kanan.Dalam persidangan, Korban menyatakan telah memaafkan suaminya dan sepakat berdamai. Kesepakatan damai tersebut dituangkan secara resmi di hadapan majelis hakim dan penuntut umum. Terdakwa juga menyesali perbuatannya dan berkomitmen untuk tidak mengulangi kembali.“Majelis hakim mempertimbangkan bahwa perdamaian dalam perkara ini merupakan langkah penting untuk memulihkan kondisi korban dan menjaga keutuhan rumah tangga. Keadilan restoratif bertujuan bukan untuk menghapus pertanggungjawaban pidana, melainkan untuk memperbaiki hubungan sosial yang terganggu akibat tindak pidana,” ujar Juru Bicara PN Namlea.Dengan putusan ini, PN Namlea menegaskan komitmennya dalam menerapkan PERMA No. 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Keberhasilan penerapan RJ diharapkan menjadi contoh bahwa peradilan dapat menghadirkan solusi yang tidak hanya menghukum, tetapi juga memulihkan harmoni sosial dan keluarga. IKAW/LDR

PN Palopo Sulsel Berhasil Terapkan RJ dalam Perkara Penggelapan Mobil

article | Berita | 2025-09-19 08:10:53

Palopo, Sulawesi Selatan – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Palopo menjatuhkan vonis ringan berupa pidana penjara selama 3 (tiga) bulan terhadap Terdakwa Julviani alias Ani Binti Judan dalam perkara tindak pidana penggelapan Nomor: 92/Pid.B/2025/PN Plp. Putusan ini dibacakan pada sidang terbuka untuk umum, Kamis (04/09/2025) oleh Ketua Majelis Hakim Iustika Puspa Sari, didampingi hakim anggota Andi Aswandi Tashar dan Heri Setiawan.“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan sebagaimana dalam dakwaan tunggal, menjatuhkan pidana penjara selama 3 bulan. Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika dalam masa percobaan 1 tahun Terdakwa kembali melakukan tindak pidana,” ucap Ketua Majelis saat membacakan putusan.Terdakwa didakwa melanggar Pasal 372 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP karena melakukan penggelapan 1 (satu) unit mobil merek Toyota Agya milik korban bernama Cinna. “Akibat perbuatan tersebut, korban mengalami kerugian lain sebesar Rp12.000.000”, ungkap Majelis Hakim.Di persidangan, Terdakwa mengakui perbuatannya, menyatakan penyesalan, serta telah mengembalikan mobil dan mengganti seluruh kerugian korban. Korban pun menyatakan telah memaafkan Terdakwa dan keduanya sepakat berdamai.Majelis Hakim dalam pertimbangannya secara tegas merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Majelis berpendapat bahwa tujuan utama peradilan pidana dalam kasus semacam ini adalah memulihkan hubungan antara pelaku dan korban, serta memastikan adanya pertanggungjawaban nyata dari pelaku. “Restorative justice (RJ) menekankan pemulihan, bukan semata pembalasan,” demikian salah satu pertimbangan majelis.Faktor lain yang meringankan adalah bahwa Terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya serta telah mengganti seluruh kerugian korban. Atas dasar itu, majelis menjatuhkan pidana penjara selama 3 bulan, dengan pertimbangan perdamaian yang tercapai menjadi faktor utama dalam penentuan lamanya hukuman.Putusan ini diterima oleh Jaksa Penuntut Umum maupun Terdakwa, sehingga perkara dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap. PN Palopo menegaskan bahwa penerapan keadilan restoratif merupakan wujud pergeseran paradigma peradilan pidana Indonesia dari pendekatan retributif menuju pemulihan, sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. (Dharma Setiawan Negara/al)

PN Wangi Wangi Sultra Terapkan RJ Kasus Pencurian dengan Pemberatan

article | Berita | 2025-09-19 07:00:58

Wangi-Wangi, Sulawesi Tenggara. Pengadilan Negeri (PN) Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, menjatuhkan vonis dengan menerapkan restorative justice (RJ) dalam perkara pencurian dengan pemberatan.“Menyatakan Terdakwa La Mane Bin Arimani tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pencurian dengan pemberatan” sebagaimana dalam dakwaan primair. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim  Panji Prahistoriawan Prasetyo dan didampingi Nugraha Hadi Yulianto, dan Akhyar Fauzan.Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan penuntut umum yang menuntut agar Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 10 bulan;Kasus ini bermula dari perbuatan Terdakwa dilakukan tanggal 25 Mei 2025 sekitar pukul 01.30 WITA bertempat di Desa Wapia-pia, Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, di sebuah kios milik korban, terdakwa masuk kedalam kios milik korban dengan kondisi kios pada saat itu tidak terkunci, sehingga terdakwa mengambil barang-barang dari dalam kios tersebut yang menyebabkan kerugian bagi korban sekitar Rp1.700.000,00 (satu juta tujuh ratus ribu rupiah);Dalam pertimbangannya Majelis Hakim menyebutkan bahwa oleh karena tindak pidana yang dilakukan merupakan tindak pidana dengan kerugian diderita korban sesuai fakta hukum di persidangan yaitu sejumlah Rp1.700.000,00 (satu juta tujuh ratus ribu rupiah) atau tidak lebih dari upah minimum provinsi setempat dan Terdakwa mengakui seluruh isi dakwaan dan juga Korban yang bernama Wa Ode Dasriani bersedia melakukan perdamaian maka berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, dalam pemeriksaan Perkara dapat diterapkan pedoman mengadili perkara pidana berdasarkan keadilan restorative.Pada tanggal 11 September 2025 Terdakwa dan Korban telah sepakat untuk berdamai dengan menandatangani Surat Pernyataan Perdamaian dihadapan Majelis Hakim.“Kesepakatan tersebut disebutkan bahwa Terdakwa menyatakan menyesali perbuatannya dan menyampaikan permintaan maaf kepada Korban serta membayar ganti kerugian yang diderita oleh Korban sesuai dengan kesepakatan yaitu sejumlah Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan Korban telah menerima permintaan maaf dan pembayaran kerugian dari Terdakwa sejumlah Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) di depan persidangan,” ucap Majelis dalam pertimbangannya.Dalam pertimbanganya juga Majelis Hakim menyebutkan bahwa mengacu ketentuan Pasal 19 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif yang menyebutkan Kesepakatan perdamaian dan/atau kesediaan Terdakwa untuk bertanggung jawab atas kerugian dan/atau kebutuhan Korban sebagai akibat tindak pidana menjadi alasan yang meringankan hukuman dan/atau menjadi pertimbangan untuk menjatuhkan pidana bersyarat/pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Sehingga Majelis Hakim dalam perkara a quo berpendapat terhadap Terdakwa dijatuhi pidana yang lebih ringan dari tuntutan Penuntut Umum,” lanjut Majelis Hakim dalam pertimbangannya.Ketua Majelis Hakim Panji Prahistoriawan Prasetyo menyebutkan bahwa hadirnya Perma 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif bukan sebagai pembalasan atau tidak hanya bertumpu pada pemidanaan terhadap terdakwa melainkan pada penyelarasan kepentingan pemulihan korban dan pertanggungjawaban terdakwa dengan menggunakan pendekatan keadilan restorative. “Restorative justice dalam persidangan bukan sebagai alternatif tetapi wajib dilakukan sebagai bentuk keseriusan pengadilan didalam menerapkan aturan Perma 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif tersebut,” tutup Majelis Hakim. (ldr)

PN Pasuruan Jatim Berhasil Terapkan RJ dalam Perkara Penganiayaan

article | Berita | 2025-09-18 09:45:48

Pasuruan, Jawa Timur. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pasuruan berhasil mendamaikan perkara unik yang melibatkan hubungan keluarga. Perkara tersebut terdaftar dengan Nomor 92/Pid.B/2025/PN Psr. Dipersidangan telah terjadi perdamaian antara Terdakwa dengan korban, sehingga menjadi dasar bagi Majelis Hakim untuk menerapkan Restorative Justice (RJ)."Menyatakan Terdakwa Rudianto Bin Sutaji (alm) tersebut diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penganiayaan” sebagaimana dalam dakwaan tunggal. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan 20 (dua puluh) hari," ucap Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fabianca Cinthya S dengan Hakim Anggota Rizqi Nurul Awaliyah, serta Bagus Sujatmiko, dalam sidang terbuka untuk umum, Rabu 17/9/2025Kasus bermula dari kecemburuan antara dua sepupu. Korban yang kerap singgah di rumah terdakwa untuk sekadar menikmati kopi buatan istri terdakwa, ternyata menaruh perasaan kepada istri sepupunya sendiri. Seiring waktu ternyata perasaan ini membuat Korban sering cemburu dengan istri Terdakwa. Setiap melihat istri Terdakwa selesai mandi dan habis "keramas" korban selalu marah dengan menendang atau kadang menjambak rambut istri Terdakwa.Situasi memuncak pada 23 Maret 2025, saat istri terdakwa mengadu bahwa ia kerap diganggu oleh korban. Terdakwa yang tersulut emosi langsung mendatangi sepupunya dan memukul dengan balok kayu. Akibat perbuatannya, terdakwa kemudian didakwa dengan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan.Pada proses penyidikan di kepolisian hingga kejaksaan, korban dan terdakwa sempat menolak dipertemukan sehingga perdamaian tidak tercapai. Namun, ketika persidangan berlangsung di ruang sidang PN Pasuruan, keduanya untuk pertama kali bertemu secara langsung. Demi menjaga tali silaturahmi keluarga, baik korban maupun terdakwa akhirnya sepakat untuk berdamai, saling memaafkan, dan tidak melanjutkan perkara ini ke jalur hukum lain di luar persidangan.Di dalam pertimbangan putusannya Majelis Hakim menjelaskan “dipersidangan telah terjadi perdamaian antara Terdakwa dan Saksi Moh Soleh, selain itu telah ada Surat Perdamaian tertanggal 12 Agustus 2025 yang pada pokoknya permasalahan antara Terdakwa dan Saksi Moh Soleh telah diselesaikan secara kekeluargaan dan Saksi Moh Soleh telah memaafkan perbuatan Terdakwa dan menerima ganti kerugian sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), berdasarkan hal tersebut maka Majelis Hakim akan menerapkan keadilan restoratif”Berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 2024 tentang Keadilan Restoratif, Majelis Hakim kemudian mempertimbangkan perdamaian tersebut. Sehingga Pada tanggal 17 September 2025, majelis hakim menjatuhakan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan 20 (dua puluh) hari, yang tidak lain sama dengan masa penahanan yang sudah dijalani oleh Terdakwa.Putusan ini menunjukkan komitmen Pengadilan Negeri Pasuruan untuk menghadirkan keadilan yang tidak hanya bersifat legal formal, tetapi juga mengutamakan pemulihan hubungan sosial dan kekeluargaan melalui pendekatan keadilan restoratif. (ldr)

Curi Uang Nenek Kandung 50 Juta, PN Pare-Pare Sulsel Terapkan RJ

article | Berita | 2025-09-12 16:40:10

Parepare, Sulawesi Selatan – Pengadilan Negeri (PN) Pare-Pare menjatuhkan pidana bersyarat kepada “MA” alias A (21) warga Kecamatan Soreang, Kota Parepare pada Kamis (11/09/2025) di Ruang Sidang PN Pare-Pare. Terdakwa dinyatakan telah tebukti mencuri uang milik nenek kandungnya sendiri sebesar Rp 50 juta. “Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “pencurian dalam keluarga” sebagaimana Pasal 367 ayat (2) KUHP dan menjatuhkan pidana penjara 6 bulan kepada Terdakwa, namun pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali bila dalam masa percobaan satu tahun ia mengulangi tindak pidana,” ucap Ketua Majelis Hakim Anugerah Merdekawaty Maesya Putri, didampingi Para Hakim Anggota Ardi Saputra dan Yuzak Eliezer Setiawan dalam sidang terbuka untuk umum, Kamis (11/09/2025).Kasus ini bermula ketika pada tanggal 4–10 April 2025, Terdakwa mengambil kartu ATM BRI milik neneknya, lalu menarik tunai secara bertahap sampai dengan berjumlah Rp50,5 juta. Uang itu digunakan untuk membeli pakaian, menyewa motor, dan bermain judi online. Korban yang merupakan neneknya itu kemudian melapor ke kepolisian.Dalam perjalanan kasusnya, di dalam proses persidangan kemudian Terdakwa dan Korban ini akhirnya bersepakat untuk berdamai. Kedua belah pihak telah menandatangani surat pernyataan damai pada 1 Agustus 2025.Majelis Hakim kemudian dalam putusannya, juga telah mempertimbangkan penerapan keadilan restoratif berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2024. Mengingat, adanya perdamaian dan permintaan Korban agar Terdakwa dibebaskan. Dengan adanya putusan ini, maka Terdakwa dikeluarkan dari tahanan, setelah menjalani hampir dua bulan masa penahanan selama proses penyidikan.Atas putusan tersebut, Terdakwa menyatakan menerima dan Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir untuk mempelajari putusan tersebut. (zm/ldr)

PN Kuala Tungkal Jambi Pakai RJ Kasus Mantan Murid Curi Uang Guru

article | Berita | 2025-09-11 18:00:21

Kuala Tungkal – Pengadilan Negeri (PN) Kuala Tungkal, Jambi, berhasil terapkan Restorative Justice dalam perkara nomor 155/Pid.B/2025/PN Klt pencurian dengan pemberatan. “Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum”, ucap Ketua Majelis Mokoari Simamora, didampingi oleh Dwi Astuti Nurjanah, dan Falih Fakhri Fadhlillah, dalam sidang terbuka untuk umum Rabu, (03/09/2025).Kasus ini bermula ketika Terdakwa pada hari Minggu tanggal 25 Mei 2025 menuju toko yang terletak di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Kemudian Terdakwa melihat ada celah di dinding belakang bagian atas selanjutnya mencoba memanjat dan saat berhasil memanjat Terdakwa bergantung di sela dinding hingga dinging rubuh dan terjatuh. Terdakwa kemudian melihat sekat bagian dalam toko menggunakan triplek dan mendorong triplek sampai jebol untuk masuk ke dalam toko. “Saat Terdakwa sudah berada di dalam toko, Terdakwa melepas baju Terdakwa dan menggunakannya sebagai topeng untuk menutupi wajah Terdakwa. Setelah itu Terdakwa menyadari ada CCTV di dalam toko tersebut dan seketika Terdakwa mencabut kabel adaptor CCTV tersebut”, tutur Ketua Majelis saat membacakan putusan. Kemudian Terdakwa langsung membuka laci kasir yang kuncinya masih tergantung di laci tersebut dan mengambil uang yang ada di dalam laci tersebut senilai Rp2 juta, lalu Terdakwa pergi keluar toko melalui dinding belakang yang telah jebol. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai bahwa dari syarat-syarat Pedoman Mengadili Perkara Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif dalam Pasal 6 ayat (1) Perma Nomor 1 Tahun 2024 yang paling relevan untuk dipertimbangkan terhadap perbuatan Terdakwa adalah tindak pidana yang dilakukan merupakan tindak pidana ringan serta mengenai syarat kerugian Korban bernilai tidak lebih dari Rp2,5 juta atau tidak lebih dari upah minimum provinsi setempat.“Berdasarkan Pasal 15 Perma 1 Tahun 2024 yang menjelaskan, dalam hal Korban menerangkan bahwa belum pernah melakukan perdamaian antara Terdakwa dan Korban, Majelis Hakim menganjurkan kepada Terdakwa dan Korban untuk menempuh atau membuat kesepakatan perdamaian”, ucap Ketua Majelis.Terdakwa dan Korban di persidangan bersedia membuat kesepakatan perdamaian dengan syarat Terdakwa tidak mengulangi lagi perbuatannya. Atas tawaran syarat yang disampaikan korban, Terdakwa menyatakan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya dengan surat pernyataan sehingga tercapainya kesepakatan perdamaian.“Korban yang merupakan mantan guru dari Terdakwa dan masih satu lingkungan tempat tinggal hanya menginginkan permohonan maaf dan janji bahwa Terdakwa tidak akan mengulangi perbuatannya lagi”, tutur Falih Fakhri Fadhlillah, Hakim Anggota dalam perkara tersebut kepada Tim Dandapala.  Atas terwujudnya perdamaian di persidangan tersebut, Majelis Hakim bermufakat bahwa kesepakatan perdamaian tersebut menjadi alasan yang meringankan hukuman bagi Terdakwa. (al/ldr)

PN Mukomuko Bengkulu Berhasil Terapkan RJ dalam Kasus Penusukan Pecahan Botol

article | Berita | 2025-09-11 15:45:54

Mukomuko – Pengadilan Negeri (PN) Mukomuko kembali mencatatkan capaian penting dalam sistem peradilan pidana dengan berhasil menerapkan keadilan restoratif pada perkara penganiayaan berupa penusukan menggunakan pecahan botol minuman yang mengakibatkan tiga orang korban luka.Putusan perkara tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Risbarita Simarangkir, didamping Para Hakim Anggota Peskano Marolop Malau, dan Ratu Mutia Citra, dalam sidang terbuka untuk umum pada Rabu (10/9) di Ruang Sidang Cakra PN Mukomuko. Majelis hakim menegaskan bahwa restorative justice tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga memulihkan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan keluarganya.Majelis Hakim berhasil memfasilitasi perdamaian antara Terdakwa Fadli dengan Para Korban Igo, Nanang dan Dapid. Dalam proses persidangan, terdakwa menyampaikan permintaan maaf secara terbuka, sementara keluarga terdakwa juga bersedia menemui para korban serta keluarganya untuk menyampaikan permintaan maaf langsung. Perdamaian tersebut dituangkan dalam kesepakatan perdamaian yang dicatat di hadapan majelis hakim dan penuntut umum.Kasus ini terjadi di lokasi gang Becek Desa Arah Tiga, Kecamatan Lubuk Pinang, Kabupaten Mukomuko bermula saat Fadli bersama Dimas berada di warung tuak Hiben dan terlibat cekcok dengan Igo. Ketika Nanang mencoba melerai, Fadli justru memukul mulutnya hingga bengkak. Setelah dilerai, Fadli dan Dimas pergi menuju jembatan Desa Suka Pindah. Tak lama kemudian, rombongan korban yang dipimpin Nanang dan Dapid berangkat pulang, namun di perjalanan mereka dihadang kembali oleh Fadli, Dimas, dan beberapa orang lainnya, Di tempat itu, Fadli yang melakukan penusukan dengan pecahan botol minuman bekas pada Igo, Nanang dan Dapid hingga mengakibatkan para korban mengalami luka berat. Meskipun demikian, para korban dan keluarganya akhirnya menerima permintaan maaf terdakwa dan sepakat untuk berdamai.Penuntut umum sebelumnya menuntut pidana penjara selama 1 tahun. Namun dengan mempertimbangkan adanya perdamaian, penyesalan terdakwa, serta itikad baik untuk bertanggung jawab, majelis hakim menjatuhkan putusan pidana penjara selama 10 bulan.“Majelis hakim mempertimbangkan bahwa keadilan restoratif bertujuan bukan untuk menghapus pertanggungjawaban pidana, tetapi untuk memulihkan kondisi korban dan memperbaiki hubungan sosial yang terganggu akibat tindak pidana. Karena itu, perdamaian menjadi alasan yang meringankan hukuman terdakwa,” ujar Juru Bicara PN Mukomuko.Dengan putusan ini, PN Mukomuko menegaskan komitmennya dalam menerapkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Keberhasilan penerapan restorative justice ini diharapkan menjadi contoh nyata bagaimana peradilan tidak semata-mata menghukum, melainkan juga memulihkan harmoni sosial di tengah masyarakat. IKAW

PN Tebo Jambi Terapkan RJ, Sanksi Adat 100 Kain Jadi Pertimbangan

article | Berita | 2025-09-11 15:35:53

Tebo - Penerapan pedoman keadilan restoratif kembali ditegaskan dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Tebo atas perkara pencurian buah sawit yang dilakukan oleh warga Suku Anak Dalam (SAD). Selain mempertimbangkan aspek hukum formil dan adanya permaafan dari korban, majelis hakim juga mengakui adanya peran sanksi adat yang hidup di masyarakat adat Suku Anak Dalam berupa pembayaran denda 100 lembar kain sebagai salah satu bagian dari penyelesaian yang berkeadilan dan sesuai dengan nilai lokal.“Paradigma pemidanaan saat ini tidak hanya bertumpu pada pembalasan, tetapi pada pemulihan hak-hak korban maupun pelaku, sebagaimana amanat PERMA Nomor 1 Tahun 2024, ujar ketua majelis dalam sidang, Rabu (10/9/2025).Kasus bermula ketika Terdakwa Sulaiman bersama rekannya, Fauzan mengambil tandan buah segar sawit milik PT Satya Kisma Usaha (SKU) di Desa Sungai Keruh, Kecamatan Tebo Tengah sebanyak 55 (lima puluh lima) janjang sawit dengan berat 1.190 kilogram, namun belum sempat dijual karena terdakwa lebih dahulu ditangkap petugas keamanan kebun.Dalam persidangan, terungkap bahwa terdakwa merupakan bagian dari masyarakat Suku Anak Dalam. Sementara atas upaya majelis hakim PT. Satya Kisma Usaha (SKU) selaku korban akhirnya telah memberikan maaf, dan tokoh adat juga telah menjatuhkan sanksi denda kepada terdakwa berupa pembayaran 100 lembar kain sebagai bentuk tanggung jawab adat.“Majelis mempertimbangkan adanya perdamaian serta sanksi adat yang sudah dijatuhkan oleh masyarakat Suku Anak Dalam kepada terdakwa,” tambah Ketua Majelis saat pembacaan pertimbangan putusan.Majelis menilai perkara ini memenuhi syarat untuk diterapkan restorative justice sebagaimana ketentuan dalam PERMA 1 Tahun 2024, apalagi ditambah adanya perdamaian antara terdakwa dengan PT. SKU dan denda adat.Meski mengakui adanya hukum adat, majelis menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum dengan asas persamaan di hadapan hukum. Oleh sebab itu, terdakwa tetap diproses secara hukum negara, dengan mempertimbangkan sanksi adat dan perdamaian sebagai faktor yang meringankan. “Indonesia menjunjung equality before the law, dan dalam hal ini terdakwa adalah Warga Negara Indonesia yang tetap harus menjalani proses hukum negara yang berlaku sebagaimana warga negara pada umumnya yang menjalani proses hukum”, ujar Hakim Ketua.Putusan ini menjadi contoh penerapan nyata keadilan restoratif di PN Tebo, yang tidak hanya menegakkan hukum formal tetapi juga menghargai hukum adat yang berlaku di masyarakat dengan tetap menjunjung tinggi hukum nasional. (al/ldr)